Kehidupan dunia sebenarnya telah Allah terangkan kepada umat Islam sejak belasan abad silam. Rutenya biasa, soal wanita, anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan dan binatang-binatang ternak, dan sawah ladang (QS. Ali Imran: 14). Meski begitu tak semua orang langsung paham. Mengapa?
Coba perhatikan berita dari media, putaran kontennya ya begitu itu. Soal perselingkuhan, kekerasan rumah tangga, rebutan waris, hingga soal bagus-bagusan kendaraan. Zaman dahulu kuda pilihan. Kemudian soal lahan kebun, bahkan sampai hutan yang ribuan bahkan ratusan ribu hektar.
Secara kognitif, semakin banyak harta yang dimiliki semakin baik. Apalagi kalau berbicara kebahagiaan dan masa depan. Namun, apakah Alquran menerangkan sejurus dengan pikiran manusia secara kognisi begitu? Sayangnya tidak!
Di Sisi Allah
“Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik.” Demikian akhir dari ayat ke-14 Surah Ali Imran itu.
Baca Juga: Iman itu Langsung Aksi
Tafsir Al-Mukhtashar / Markaz Tafsir Riyadh menerangkan bahwa umat Islam boleh mencintai kehidupan dunia itu. Tetapi ingat jangan berhenti pada level kenikmatan sementara dan rentan perselisihan itu.
Orang beriman harus sadar bahwa ada kenikmatan lebih unggul, perbandingannya sangat jauh, yakni kenikmatan yang ada di sisi Allah. Saat Allah memberi surga, tidak tanggung-tanggung, satu orang surga yang Allah berikan, luasnya seperti langit dan bumi ini.
Artinya kalau ada orang bangga sampai juga menjadi sombong karena harta, dia rugi.
Begitu pun kalau ada orang yang sedih, sampai putus asa, apalagi sampai bunuh diri karena urusan dunia, dia juga merugi.
Karena secara hakikat, seluruh kenikmatan dunia ini semu belaka. Orang yang kaya, kala masih muda bebas makan apapun, kalau tiba usia senja, harus membatasi makanannya. Walaupun uangnya tidak berkurang bahkan terus bertambah.
Orang yang lulusan universitas terkemuka dunia, yang bekerja atau jadi pengusaha sukses, kala menjadikan kekayaan sebagai tuhan, hidupnya pasti sengsara, hatinya meronta-ronta, karena sisi spiritualnya dipenjara oleh berbagai perilaku buruk memenuhi hawa nafsu.
Tepat
Jadi, hiduplah dengan panduan Alquran. Pandang wanita sebagai mitra kebaikan. Jika itu adalah istri, muliakan.
Kemudian milikilah anak-anak untuk meneruskan dakwah, sujud kepada Allah.
Baca Lagi: Jangan Terlalu Fokus Dunia
Gus Baha itu simpel melihat anak, kalau anak sudah bisa takbir, tahlil dan shalat, cukup. Itu akan membimbing anak hidup di jalan yang lurus.
Walaupun punya kendaraan jadikan sebagai media kebaikan, bukan hanya jadi alat pamer yang tak memiliki nilai guna sama sekali secara sosial.
Secara prinsip, ayat ini menerangkan kepada kita bahwa sebagai manusia, hal-hal kehidupan dunia itu pasti akan disenangi. Namun demikian dengan bimbingan Alquran, kita tidak tenggelam dengan semua kenikmatan sementara itu. Kita jadikan seluruhnya sebagai jalan mendapat ridha Allah.
Karena siapa mendapat ridha Allah, ia akan mendapatkan nikmat yang jauh lebih baik. Nikmat luar biasa yang tak pernah tergambar akal dan hati.
Gus Baha pernah mengatakan, kalau nikmat sex, maka semua Allah berikan nikmat itu, termasuk kera sekalipun.
Bahkan dalam urusan sex, ayam lebih kuat daripada manusia. Namun, nikmat yang hanya manusia bisa rasakan kala mengutamakan iman adalah nikmat sujud.
Siapa yang bisa merasakan nikmat rukuk dan sujud selain hamba-Nya yang beriman?
Nikmat ini hanya Allah khususkan bagi insan yang mau beriman dan bertaqwa.*