Tidak lama setelah pemerintah mengumumkan kenaikan harga BBM, respon yang berisi kekecewaan langsung membumbui jagat maya. Bahkan Presiden pun jadi sasaran kekecewaan.
Pikiranrakyat.com mengabarkan bahwa Instagram Jokowi jadi sasaran kekecewaan netizen atas kenaikan harga BBM.
Judulnya: “Instagram Jokowi Digeruduk, Netizen Tak Terima Harga BBM Naik: Aku Nyesel Dulu Pilih Bapak.”
Komentar netizen benar-benar mengetuk kesadaran dan nurani Presiden.
“Terus menerus menyusahkan rakyat,” ujar @borch***.
“Bagaimana nasib pekerja harian lepas pak?,” tutur @agus***.
“Kalo akhirnya seperti ini aku jadi menyesal dulu pilih bapak,” kata @pujh***.
“Negara berbisnis dengan negara lain, bukan berbisnis dengan rakyat sendiri,” ucap @arifin***.
Baca Juga: Bantalan Sosial Dampak Kenaikan BBM
Inkonsisten
Sakit hati netizen itu sangat beralasan, mengingat Jokowi pernah menjamin bahwa tidak akan ada kenaikan harga BBM selama 2022.
Medcomid menulis berita: “Presiden Jamin Tak Ada Kenaikan Harga BBM Subsidi Hingga Akhir Tahun.”
Namun baru 3 September 2022, jaminan itu sudah menguap.
Jadi, wajar kalau masyarakat mencuat kekecewaannya. Bagaimana mungkin seorang pemimpin bisa berubah-ubah ungkapannya tanpa ada rasa bersalah atau pun malu.
Sementara rakyat dalam himpitan kehidupan ekonomi yang luar biasa. Tak ada yang bisa menangkap jeritan hati rakyat kecil.
Tetapi inilah sebuah realita, kita harus menerima sembari merenungi diri agar kondisi seperti ini tidak terjadi lagi nanti.
Gedor Kesadaran
Tugas kita sekarang hanya satu, terus menggedor nurani dan kesadaran presiden dan pemerintah agar meninjau ulang keputusan menaikkan harga BBM.
Rakyat tidak ada kekuatan selain daripada menyadarkan para pemimpin untuk peka dan bertindak melindungi ekonomi rakyat.
Dan, langkah itu bukan sekedar penting, tetapi harus. Mengingat konstitusi kita membunyikan bahwa kekayaan alam Indonesia harus digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.
Atas dasar itu mari sikapi ini dengan kepala dingin, sampaikan aspirasi melalui jalur yang tepat, termasuk media sosial. Kemudian berikanlah kritik yang membangun.
Baca Lagi: Tanda Keruntuhan Sebuah Bangsa
Kita masih memiliki ruang dan stok kepercayaan bahwa presiden dan pemerintah masih bisa dan mampu mendengar. Sejauh mereka masih manusia, hati nuraninya pasti memahami jeritan hati rakyat.
Tinggal mampukah mereka menjadi pemimpin yang sesungguhnya bagi rakyat atau mereka benar-benar telah kehilangan cinta kepada rakyatnya sendiri?*