Home Opini Banyak Heboh Mudah Terkecoh
Banyak Heboh Mudah Terkecoh

Banyak Heboh Mudah Terkecoh

by Imam Nawawi

Tahun 2022 sebenarnya terasa pahit bagi sebagian rakyat. Ini karena banyak kebutuhan dasar masyarakat mengalami kenaikan harga. Tetapi, tahun 2022 juga banyak berita heboh. Akibatnya publik pun banyak terkecoh.

Mari kita lihat apa saja yang naik. Pertama, minyak goreng. Kemudian tahu dan tempe. Daging sapi, LPG non subsidi, dan tarif listrik, serta BBM.

Baca Juga: Apakah Ide Elit Selalu Benar?

Pada era SBY, media baru memberitakan rencana kenaikan harga BBM, protes langsung terjadi di berbagai daerah. Bahkan tak jarang demonstran meminta Presiden dan Wakil Presiden mundur kalau BBM naik.

Bayangkan dengan sekarang, tahun 2022. Begitu banyak harga komoditi naik, tetapi masyarakat tidak mampu banyak berbuat. Bahkan isu menggelinding pada hal yang tidak bersentuhan dengan rakyat secara fungsional. Pertanyaannya mengapa?

Kehebohan

Ada banyak isu yang siap mengepung publik. Seperti isu adzan yang dibandingkan dengan gonggongan anjing. Terbaru muncul lagi logo halal baru yang konroversial.

Tidak itu saja, ada juga yang mulai meniupkan isu penundaan pemilu hingga perpanjangan masa jabatan presiden.

Akibatnya konsentrasi publik menyebar. Masing-masing merespon dengan kapasitas terbatas. Pada akhirnya soal kenaikan harga bahan dasar kebutuhan rakyat dengan sendirinya bisa tenggelam dan menguap dari percakapan media massa dan media sosial.

Pada saat yang sama, belakangan partisipasi publik utamanya dalam hal penyusunan Undang-Undang dan kebijakan publik terbilang rendah dan terus tergerus.

Fokus Kepemimpinan

Dengan realitas seperti itu, maka tidak ada cara lain untuk mengatasi, melainkan publik mulai memiliki fokus yang jelas, yaitu soal kepemimpinan.

Dalam hal ini, publik dan semua kalangan harus mendorong Presiden dan Wakil Presiden dapat bertindak cepat dalam upaya memenuhi janji kampanye dan menjawab kesulitan rakyat dalam hal ekonomi, kesehatan dan pendidikan.

Idealnya, dalam situasi seperti sekarang, sosok pemimpin negara hadir memberikan solusi, bukti dan empati. Bukan malah berwacana yang secara moral sangat tidak patut.

Baca Lagi: Paradoks Jabatan Publik

Entah menunda pemilu atau memperpanjang masa jabatan. Sebab itu konsekuensinya tidak ringan, harus mengamandemen UUD 1945.

Kalau sebagian besar energi publik habis merespon isu luaran (walau pun tak bisa dianggap sepele) dan gagal meletakkan isu kepemimpinan dalam prioritas, maka isu yang lebih fundamental akan terlewat dan problematika rakyat tidak akan bertemu dengan solusi.

Akhirnya negeri ini potensial akan cenderung riuh. Namun seperti sebuah angin yang bertiup, itu hanya fenomena biasa, yang datang lalu pergi. Sedangkan nasib rakyat kecil tidak pernah bergerak ke arah yang lebih sejahtera.*

Mas Imam Nawawi

Related Posts

Leave a Comment