Bang Khalid cakap membaca. Itulah kesan saya kepada putra pertama dari Ustadz Usman Palese, yang juga peletak Pesantren Hidayatullah di Balikpapan.
Ini benar-benar karena sebuah pengalaman khusus, ketika saya beroleh tugas dari DR. Abdul Mannan untuk meminta pandangan seluruh pendiri tentang masa depan gerakan dakwah Hidayatullah.
Saya sendiri langsung mengantongi tiket pesawat bisnis dari Ustadz DR. Abdul Mannan.
Baca Juga: Pesan Penting Ustadz Abdul Qadir Jailani untuk Kaum Muda
Saat pengawasan barang bawaan, saya lolos begitu saja. Padahal sebelumnya petugas menyeru, lalu melihat tiket pesawat saya. “Lanjut, Mas,” kata petugas bandara.
Saya tidak tahu, mengapa beberapa alat yang saya jinjing itu bisa lolos. Apa pengaruh tiket atau karena ini tugas dakwah. Alhamdulillah semua lancar.
Wawancara Terakhir
Ketika semua pendiri telah berhasil saya wawancara. Tinggal satu pendiri yang baru ketemu jadwalnya, yaitu Ustadz Hasyim HS. Beliau menjadi yang terakhir harus saya interviu.
Karena kami sungkan, tidak mudah memang menghubungi beliau. Tetapi akhirnya Bang Khalid ini yang membantu urusan saya.
Bahkan dalam perbincangan yang hangat, Bang Khalid sempat kembali ke rumah dengan memacu kuda besinya sangat cepat.
Kemudian datang kembali ke arena kami mengobrol dengan Ustadz Hasyim HS.
“Ini, nah. Ini, nah yang kamu butuhkan. Ini aku simpan dan bawakan untuk antum,” ucap Bang Khalid sembari memberikan beberapa dokumen lawas ke tanganku.
Ternyata itu adalah buletin masa Ustadz Abdullah Said memulai cikal bakal Majalah Suara Hidayatullah.
“Masya Allah, terimakasih Bang Khalid,” itu jawabku sembari menepuk pundak kiri beliau. Bang Khalid tersenyum, bahagia.
Membaca
Jadi, di balik kecakapan Bang Khalid dalam bekerja, keramahan dalam menyambut tamu, sungguh Bang Khalid tahu apa yang harus ia berikan kepada sesama.
Selepas sesi wawancara terakhir itu, kami semua meninggalkan kediaman Ustadz Hasyim HS, saya dan teman-teman yang berkumpul di WKP mengupas dokumen-dokumen itu.
Bang Khalid, bagi saya adalah seorang pembaca.
Pernah suatu waktu, Pemimpin Umum tiba dan akan sholat Jumat di Pesantren Hidayatullah Depok. Melihat saya datang, Bang Khalid langsung memanggil saya.
“Antum duduk di sini, ya, jangan kemana-mana. Sebelah sini (kanan saya) akan jadi tempat Pemimpin Umum. Jadi antum dampingi, beliau,” ucapnya memberi perintah kepadaku.
Saya pun memanggut dan setia menjalankan apa yang Bang Khalid arahkan. Benar, akhirnya Pemimpin Umum Sholat Jumat di sebelah kanan saya.
Dan, ini adalah momen yang tak pernah saya duga, bisa bersebelahan dengan Pemimpin Umum. Lagi-lagi itu adalah washilah Bang Khalid.
Baca Lagi: Berpikir Positif dan Teguh Pendirian
Sabtu (24/12) usai menerima raport anak-anak, kami sempat berdialog sebentar. Ketika itu saya sedang menelpon seorang rekan. Kala saya menoleh ke belakang ada seorang ibu-ibu ingin meninggalkan parkiran. Motor saya pas di belakang motor ibu itu.
Saya pun segera ke parkiran dan meragut mundur motor saya sendiri. Ketika itulah Bang Khalid datang.
“Masya Allah, Ustadz. Mindah motor sambil telponan ini,” ucap beliau sembari tersenyum.
Kami pun akhirnya bercakap-cakap soal sekolah anak.
Dan, ketika saya sedang dalam sebuah perjalanan untuk satu urusan, beredar foto beliau telah berada dalam ambulan untuk dirujuk ke RS. Tidak lama berselang, beliau menghembuskan nafas terakhir. Selamat jalan Bang Khalid.*