Home Kajian Utama Bahagia Sekarang Juga
Bahagia Sekarang Juga

Bahagia Sekarang Juga

by Imam Nawawi

Bahagia sekarang juga, insha Allah bisa. Bisa kalau kita mau iqra’ dengan baik dan benar, sehingga sadar sebagai hamba Allah. Sadar terhadap Allah Yang merupakan Rabbul Alamin.

Mari kita mulai membangun logikanya. Apakah ada manusia yang lahir ke bumi bisa memilih dari rahim mana ia lahir?

Pertanyaan itu cukup memberikan bukti bahwa kita sebagai manusia memang mutlak ada dalam keputusan Allah. Jadi, kalau kita lahir dari rahim ibu seorang petani, itu adalah ketetapannya. Kita tidak perlu untuk tidak bahagia dengan kenyataan itu.

Baca Juga: Menjadi Bahagia

Tugas kita justru memahami mengapa Allah menghendaki diri kita lahir dari rahim ibu yang seorang petani. Tidakkah kita sadar bahwa petani adalah profesi yang tinggi derajatnya dalam rantai pemenuhan bahan pangan umat manusia?

Sebaliknya, kalau kita lahir dari rahim seorang ibu yang konglomerat, juga tidak berarti diri bisa menjadi manusia angkuh. Atas dasar apa keangkuhan menjadi layak hanya karena keluarga melimpah harta?

Nah, fakta ini mungkin kita rasakan. Tetapi sadar atau tidak, memang seperti itu sebagian besar manusia memandang dirinya untuk bahagia atau tidak bahagia. Padahal, sejatinya bahagia itu adalah dimensi ruh, di dalam hati, bukan tumpukan materi.

Panduan

Islam memberikan panduan agar manusia bisa bahagia saat ini juga. Dalam bahasa Gus Baha, kalau ada orang bisa bahagia kalau bisa makan makanan A, B atau C dan seterusnya, orang itu sangat bodoh. Sebab untuk apa bahagia menunggu itu semua.

Soal makanan, kita akan bahagia menyantap rezeki yang ada dalam hidangan kalau kita benar-benar merasakan apa itu lapar. Seringkali kita makan sedangkan perut masih dalam kondisi tidak begitu lapar.

Ada seorang sahabat Nabi SAW penasaran dengan kondisi seorang Anshar yang dikatakan sebagai penghuni surga. Setelah ditelisik, ternyata ia punya amalan, selalu ingat kepada Allah dan menjauhkan diri dari rasa iri dan dengki kepada orang lain, terutama yang hidupnya tampak lebih enak.

Sekarang kita lihat, ternyata secara empiris, orang tidak bahagia karena iri. Minimal suka sekali membanding-bandingkan dirinya dengan orang lain.

Buah dari proses membanding-bandingkan itu tidak lain adalah ketidakpuasan dan ketidakbahagiaan. Sebab, kita selalu merasa kurang dari orang lain.

Syukur

Jadi kita bisa ambil kesimpulan bahwa bahagia itu soal cara hati meletakkan sesuatu. Orang bahagia bisa makan, harusnya bukan karena apa makanannya, apa lagi dimana lokasi makan dan berapa harganya.

Baca Lagi: Mengisi Hari dengan Kebahagiaan

Bahagia itu kita akan peroleh begitu kita melakukan sesuatu dasarnya memang butuh. Basic-nya memang mendesak sebagai hal yang penting dan baik untuk kita penuhi. Seperti sekolah, membaca buku, bergaul dengan akhlak yang baik dan seterusnya.

Kalau misalnya kita tanyakan ini, “Apa alasan yang membuat kita tidak bahagia sekarang?”

Siapa menjawab karena adanya masalah, kurang ini dan itu, berarti dia lupa bersyukur kepada Allah. Ia lupa bahwa dirinya memiliki iman, bisa bernafas lancar dan seluruh badan sehat. Lebih jauh, apakah itu hasil dari kerja kerasnya sebagai manusia?*

Mas Imam Nawawi

Related Posts

Leave a Comment