Pernah suatu waktu saya berjumpa dengan seorang nenek, usianya kira-kira 86 tahun. Tak dinyana, ia masih lancar diajak komunikasi. Kala kutanya, kapankah masa hidup manusia paling bahagia, spontan dijawabnya, “Masa muda.” Artinya, peluang bahagia itu ada pada masa muda, termasuk di dalamnya adalah menikah di usia muda.
Tapi sayang di Indonesia kata muda identik dengan banyak pemakluman. Kala seorang pemuda memutuskan tidak menikah, maka orang akan coba memahami, pantas dia masih muda.
Ketika seseorang mengalami masalah dalam rumah tangga, bahkan hingga dalam skala serius, orang juga kebanyakan merespon, wajar, masih muda.
Baca Juga: Jadilah Pemenang Sejati
Bahkan sosok muda itu sendiri, kala melakukan satu kesalahan entah karena kemalasan dan keenganan, ia sendiri pun mengatakan, anak muda, Bang.
Jadi, kalau kita hubungkan dengan ungkapan nenek 86 tahun tadi bahwa masa hidup paling bahagia pada diri manusia adalah masa muda menjadi tidak dapat dibuktikan seutuhnya.
Bahagia Menikah
Masa muda idealnya memang menjadi masa paling bahagia, karena ibarat mentari, usia muda itu tepat saat kekuatan teriknya pada kondisi puncak, sangat panas.
Dalam kata yang lain usia muda bukan usia banyak pemakluman, tetapi banyak prestasi dan kebahagiaan.
Selalu merasa gagah namun bukan dengan semata-mata perasaan dan pengakuan, tetapi pola pikir, sikap bertindak dan kecerdasan di dalam mengambil keputusan di dalam hidup.
Oleh karena itu, Kepala Departemen Pembinaan Keluarga dan Pendidikan Anak Usia Dini, Ustadz Endang Abdurrahman dalam Majelis Online Pemuda Hidayatullah bertemakan “Merajut Keluarga Muda Bahagia” keluarga muda adalah keluarga yang idealnya telah sampai pada titik-titik kesadaran dan kedewasaan.
Dengan begitu maka akan terjadi sikap saling dukung, saling menyayangi dan tidak kemudian saling merasa diri yang terbaik, sehingga satu sama lain kehilangan sikap respek, yang pada akhirnya pertengkaran lebih dominan daripada kebersamaan dalam mewujudkan pernikahan yang bahagia.
Telat
Bahagia menikah akan dapat diraih manakala usia muda telah mengantarkan jiwa seseorang pada kedewasaan.
Oleh karena itu, selagi masih muda itu artinya ada kesadaran tanggungjawab yang tinggi, kecerdasan maksimal dan kemampuan berupaya yang terbaik.
Untuk itu, usia muda harus disegerakan untuk menikah. Karena menikah selain menyempurnakan iman juga menghadirkan kebahagiaan luar biasa.
Ustadz Endang sendiri mengisahkan pengalaman pribadinya yang kala itu usia 27 tahun belum menikah. Direspon oleh seniornya di Hidayatullah Surabaya, itu telat.
Kata “telat” tidak mudah dipahami oleh pria ramah itu. Namun kala disebutkan bahwa di Hidayatullah orang menikah usia 24 hingga 25 tahun, barulah ia sadar. Bahwa dirinya mesti segera menikah.
Baca Juga: Lihai Menyiasati Waktu
Dan, kala kita perhatikan sejarah Nabi Muhammad SAW maka benarlah argumen di atas. Beliau menikah di usia 25 tahun dengan karakter kedewasaan yang amat mumpuni, sehingga dalam kondisi apapun beliau selalu siap dan sigap menghadapinya dengan penuh kedewasaan.
Kedewasaan terbaik tentu yang dilandasi oleh kesadaran diri akan pentingnya adab. Adab kepada Allah sehingga tidak abai dalam sholat. Adab kepada Rasulullah SAW sehingga tidak asal hidup, asal kerja dan asal dapat uang. Adab kepada sesama, sehingga tidak sombong dan lain sebagainya. Allahu a’lam.*
Mas Imam Nawawi_Ketua Umum Pemuda Hidayatullah