Kalau ada orang memandang bahwa bahagia apabila banyak harta, itu tidak salah. Begitu pula kalau ada yang memandang bahagia itu dengan punya tahta, itu tidak keliru. Tetapi yang hakiki, manusia yang bahagia ialah yang hidup dengan penuh karya.
Terlebih kalau karya itu memang hadir karena niat tulus, ikhlas karena Allah Ta’ala. Saya tidak akan mengulas bagaimana bahagia dengan harta dan tahta, sebab bahasan itu pada dasarnya semua orang sudah tahu.
Baca Juga: Rumus Bahagia
Tetapi bahagia dengan karya ini yang perlu untuk saya hadirkan agar anak-anak muda punya semangat dalam berkarya dengan kebaikan-kebaikan, yang menjadikan diri mereka penuh manfaat dan maslahat.
Arti
Karya dalam Kamus Bahasa Indonesia berarti hasil perbuatan, buatan, ciptaan (terutama hasil karangan) yang bukan saduran, salinan atau terjemahan, bukan juga tiruan.
Jadi, orang yang berkarya yang mengerahkan segenap kemampuannya untuk menghasilkan satu ciptaan (produk) yang memberi manfaat dan maslahat bagi umat manusia.
Pendek kata berkarya adalah berusaha menjadikan hidup diri ini punya arti, makna dan legacy.
Jika demikian yang ada, maka Islam sangat menganjurkan setiap jiwa hidup penuh karya. Karena Rasulullah SAW menegaskan, manusia terbaik ialah yang bisa memberi banyak manfaat kepada umat manusia.
Bahagia
Mengapa orang yang berkarya adalah bahagia? Tidak lain karena untuk bisa berkarya orang harus punya visi, tujuan, komitmen dan kedisiplinan.
Semua hal itu tidak mungkin ada pada jiwa dan kesadaran orang yang sedang kalut atau tidak bahagia.
Jadi, orang yang memilih berkarya pada hakikatnya ia telah hidup bahagia. Visi dan tujuan mulia dalam hidup itu menjadikan seseorang selalu punya energi untuk berbuat, menghasilkan sesuatu yang bermanfaat.
Oleh karena itu, para sahabat Nabi SAW berlomba-lomba dalam kebaikan. Dalam kapasitas yang mereka miliki, semua ingin menghadirkan persembahan terbaik dalam peradaban ini.
Abu Hurairah, memang tidak bisa ke medan tempur. Tetapi ia berhasil menjadi sahabat yang mencatat hadits Nabi SAW lebih dari 5000.
Ibn Mas’ud juga tidak bisa tampil di lapangan layaknya para mujahidin. Namun ia adalah ahli Quran yang terus menginspirasi ahli Quran lain dari masa ke masa.
Eksistensi
Eksistensi jiwa manusia memang senang tunduk, patuh, beribadah kepada Allah Ta’ala.
Oleh karena itu Islam mendorong umat manusia memerhatikan kondisi hatinya. Karena memang manusia Allah hadirkan bukan karena kekuatan jasadiahnya, sebagaimana hewan. Tetapi hati dan pikiran.
Menarik ilustrasi dari seorang Komaruddin Hidayat dalam bukunya “Psikologi Kebahagiaan.
Ia menuliskan, “Jika kijang ikut lomba lari, manusia pasti kalah. Jadi, keunggulan manusia memang tidak terletak pada eksistensi jasadi, tetapi pada jiwa-jiwa yang tumbuh berkembang di dalamnya.”
Sangat wajar ketika seseorang tiba-tiba bahagia, wajahnya cerah kala bercerita sosok nama yang begitu besar karyanya bagi orang lain. Entah itu orangtua, guru, sahabat dan tokoh-tokoh besar dalam peradaban ini.
Hal itu karena memang manusia itu eksistensi hakikinya ada pada jiwa. Dan, karena itulah Allah memerintahkan kita untuk banyak membaca, berpikir dan merenung.
Baca Lagi: Karakter Orang Bahagia
Lebih jauh Allah kerapkali menegaskan dalam Alquran, bahwa orang yang bahagia adalah yang beriman, kemudian beramal sholeh dan ia melakukan yang Allah perintahkan. Karena jiwa mereka benar-benar memahami dan meyakini.
Jadi, mari berkarya, semampu yang kita bisa berikan dalam kehidupan ini. Kata Nabi SAW, kalau tidak bisa berkarya dengan berkata baik, lebih bagus diam. Tetapi kalau bisa, berbicaralah yang baik dan bermanfaat.*