Berita yang cukup penting membuat alarm kesadaran kita bergerak dan menghadirkan suara penting untuk antisipasi adalah segala macam berita buruk yang sangat mempengaruhi perjalanan bangsa ke depan. Karena berurusan dengan soal berhasil atau gagal.
Mulai dari hutang Garuda yang mencapai 70 Trilyun. Kemudian utang negara yang dikabarkan akan mencapai 10.000 Trilyun. Termasuk seruan yang mempersilakan karyawan Garuda dan Sriwijaya untuk mengundurkan diri.
Baca Juga: Rocky Gerung “Gila”
Belum lagi soal berita pajak penghasilan yang dikabarkan akan dinaikkan demi memenuhi target pemasukan negara yang kian tidak sehat secara keuangan.
Kritis
Semua itu sudah sepatutnya mendatangkan pertanyaan kritis dalam diri kita, lantas kemana APBN yang selama ini dibelanjakan untuk pembangunan infrastruktur, penanganan Covid-19 dan lain sebagainya?
Mengapa upaya-upaya yang disebut membangun itu secara langsung tidak berdampak pada kebahagiaan rakyat dan secara umum, ekonomi negeri ini kian mengkhawatirkan?
Disaat yang sama, wajah hukum kian jauh dari keadilan. Termasuk wajah pendidikan, yang juga kian gagap terhadap situasi yang berkembang akibat Covid-19.
Secara umum, kita bisa tanyakan apakah benar, negara atau pemerintah hari ini mampu menjalankan tugasnya dengan baik. Dalam satu hal saja, pelayanan publik.
Padahal, ketika sebuah negara sudah sampai pada posisi Inability to provide public services, itu sudah indikasi kuat, ketidakberhasilan sebuah negara benar-benar di depan mata.
Kembali
Dengan demikian ada sebuah kesadaran yang harus dikembalikan dalam menetapkan jalan pembangunan negara.
Di antaranya adalah dengan menetapkan kembali rencana besar pembangunan yang berbasis pada kekuatan internal negara itu sendiri, yakni rakyat.
Rakyat di negeri ini bisa dikatakan belum seutuhnya dilibatkan sebagai subjek pembangunan. Malah, narasi yang berkembang belakangan dari sisi kebutuhan tenaga kerja, Indonesia malah aktif mendatangkan TKA.
Padahal, kala terjadi sebuah krisis keuangan negara, kembali pemerintah memungut pajak dari rakyat. Logikanya, mengapa bukan rakyat yang dilibatkan dalam pembangunan sehingga akses kesejahteraan kian terbuka dan kecintaan rakyat pada negara juga meningkat?
Baca Juga: Silaturrahim ke “Sudan”
Lebih jauh di negeri ini APBN harusnya menghidupkan para ahli dalam negeri untuk lebih aktif dan kontributif terhadap apa kebutuhan pembangunan negara. Kemudian, berikan mereka ruang untuk menemukan strategi yang relevan.
Hal yang tak kalah penting juga, kiblat pembangunan negara harusnya bukan sebatas ekonomi dalam wujud infrastruktur belaka, tetapi juga pendidikan yang ditargetkan dapat melahirkan SDM unggul. Langkah-langkah seperti inilah yang dilakukan oleh Finlandia belakangan ini, sehingga bisa menjadi negara dengan kemajuan pendidikan terbaik.
Dan, semua itu butuh sosok pemimpin yang tegas dan dapat diteladani. Oleh karena itu, mari berupaya kembali pada “manhaj” pembangunan negara yang benar, yang menjadikan masa depan Indonesia bisa lebih baik, yang indikasinya sangat sederhana yakni rakyat sehat, cerdas dan bermartabat.*
Mas Imam Nawawi_Ketua Umum Pemuda Hidayatullah