Apakah Anda sakit hati merupakan judul yang muncul usai saya membaca artikel di Republika.id tentang “Sejarah Islam Seputar Kesehatan Pikiran dan Tubuh.”
Abu Zaid Ahmad bin Sahl al-Balkhi (850-934 M) menggagas teori bahwa sebuah penyakit yang ada pada diri seseorang berkaitan pula dengan keadaan jiwanya. Maknanya, sehat adalah ketika jiwa dan raga saling serasi dan mendukung.
Apabila badan sakit, jiwa pun tidak akan tenteram. Sebaliknya, jika jiwa sakit, badan pun tidak akan dapat merasakan kesenangan hidup.
Seseorang yang hatinya marah kepada orang lain, matanya akan menolak untuk memandang wajah orang itu. Apalagi badan dan pikiran. Sebisa mungkin ia yang pergi atau dengan kekuatannya ia menyuruh orang yang dimarahi pergi jauh dari kehidupannya.
Baca Juga: Hati Tenang Seperti Daun yang Indah
Sebaliknya, ketika seseorang merasa senang dengan orang lain. Maka ia akan merasa nyaman dan terus berusaha untuk selalu berdampingan.
Kenapa, karena jiwanya merasa tenang, maka mata pun sedap dalam memandang, telinganya pun lebar mendengar dan lisannya akan bertutur kata yang sopan, indah dan bahkan puitis.
Merawat Hati
Oleh karena itu Islam memberikan perhatian mendalam terhadap masalah hati. Karena manusia bukan makhluk fisik belaka, tetapi juga makhluk yang memiliki ruh yang sebenarnya merupakan penentu dari watak, cara berpikir, dan pilihan sikap serta tindakan seseorang.
Rasulullah SAW bersabda, “Ingatlah! di dalam jasad itu ada segumpal daging. Jika ia baik, baik pula seluruh jasad. Jika ia rusak, rusak pula seluruh jasad. Ketahuilah bahwa ia adalah qalb” (HR Bukhari-Muslim).
Hadits itu memberikan pesan penting bahwa setiap insan beriman harus benar-benar mampu merawat hati dengan sebaik-baiknya.
Dalam hal ini maka segala informasi, ketidaksukaan, bahkan mungkin kecintaan terhadap sesuatu harus benar-benar ditimbang oleh akal (intelektual) secara adil.
Jika tidak, maka hati akan mengambil keputusan dengan data yang tidak mencukupi.
Di sinilah orang mudah terpancing emosi, memutus komunikasi bahkan bermusuhan dengan sesama.
Sebagai contoh, seorang guru mendapati murid A menangis. Laporan yang guru terima, A dipukul B.
Jika sang guru percaya begitu saja informasi itu, tanpa menyelidiki dan mengumpulkan bukti, boleh jadi keputusan sang guru akan keliru. Kenapa, karena hati bertindak, sedang akal belum bekerja.
Sebab boleh jadi atau terbuka kemungkinan A menangis bukan karena dipukul B. Tetapi kala hendak memukul B, si A terjatuh dan terkejut, lalu menangis.
Sikap Tenang
Hati yang kita selalu merawatnya, menjaganya, akan membuat diri selalu tenang. Ia tidak perlu bereaksi berlebihan atas apapun. Kalau pun harus marah, maka ia pastikan marahnya itu tidak mengundang kerunyaman masalah baru.
Mari kita lihat teladan dari Nabi SAW. Beliau senantiasa memberikan maaf kepada siapapun, termasuk orang kafir yang menghina dirinya.
Baca Lagi: Yang Membahagiakan
Namun, kalau sudah menyangkut urusan Islam, kemudian ada yang menghina ajaran mulia ini, seketika Nabi SAW melakukan tindakan penuh kemarahan. Marah yang berlandaskan iman, bukan hawa nafsu dan kepentingan pribadi.
Jadi, kini saatnya kita memeriksa hati, apakah hati sedang sakit? Indikasinya jelas, kalau hati senang ibadah dan amal sholeh, tanda hati sehat.
Akan tetapi, kalau diri lebih senang kesia-siaan dan melakukan ketidakbaikan, maka sungguh hati ini sedang sakit. Ingat, obatnya tidak ada di toko online bahkan apotek di tepi jalan raya. Kita harus dzikir kepada Allah.*