Apa prestasi pemimpin kita? Pertanyaan itu belakangan ramai dalam ragam laman berita, usai seorang politisi mengeluarkan pernyataan agar rakyat ditanya apa 7 prestasi seorang gubernur. Yang katanya lagi, pasti akan bingung.
Prestasi dalam kamus berarti hasil yang berhasil diraih. Prestasi umumnya banyak orang tahu dari dunia pendidikan.
Untuk pemimpin, terutam sekelas bupati, walikota, gubernur, menteri hingga presiden, kata prestasi lebih bernuansa politik daripada arti dari kata prestasi itu sendiri.
Baca Juga: Ini Penjelas Nabi Muhammad Asli Pemimpin Sejati
Namun demikian memang ada pemimpin yang benar-benar berprestasi dan ada juga pemimpin yang hanya pandai membuat sensasi.
Fisik atau Jiwa?
Bagi orang kebanyakan, prestasi pemimpin bisa berupa fisik dan bahkan jiwa.
Secara fisik ada pemimpin yang membanggakan jalan tol dan infrastruktur lainnya. Tapi lupa membahagiakan jiwa masyarakat.
Terbukti harga BBM naik, harga kebutuhan dasar meroket dan masyarakat semakin rentan terhadap kemiskinan.
Sementara ada juga pemimpin yang secara spasial terbatas pada satu wilayah, namun integritasnya sangat bagus, sampai-sampai daerah lain pun mendambakan pemimpin tersebut.
Sekarang apakah bisa sebuah karya jadi prestasi pemimpin, katakanlah jalan tol, tapi kemudian biaya melalui jalan tersebut sangat mahal?
Jadi, prestasi bukan sebatas pada apa yang berhasil ia persembahkan dalam bentuk monumen fisik, tetapi apa dampaknya bagi kebahagiaan jiwa masyarakat.
Buktikan
Politisi yang akan bertarung pada 2024 sebaiknya berani menampilkan bukti kinerjanya sendiri daripada mempertanyakan sebuah pertanyaan yang sebenarnya berhak mengajukannya adalah rakyat.
Ketika bukti tidak jadi fokus dan perjuangan politisi, maka ia akan nyaman dengan narasi mencari dan menampilkan kelemahan pihak lain.
Pada saat yang sama, secara rasional kita bisa nilai, bahwa mana mungkin orang yang banyak mengulas kekurangan orang lain mampu berkiprah dengan baik apalagi berkarya setulus hati.
Baca Lagi: Kerugian Para Penipu
Sekarang, rakyatlah yang menentukan. Ketika rakyat tidak berubah dan masih menjadi “mainan” arus berita media, maka kondisi Indonesia ke depan juga tidak akan banyak berubah, apalagi sesuai dengan harapan kita semua.*