Masyarakat masih antusias masuk universitas, sekalipun belakangan isu pendidikan sedang mendapat sorotan tajam dari berbagai pihak, terutama kala berbagai hadiah penghormatan yang diberikan tidak disertai sistem penjelas yang benar-benar tegas.
Baca Juga: Inilah Alamat Kehancuran
Namun, sebagai sebuah sistem, tidak berarti antusias orang masuk universitas meredup.
Pada 19 hingga 20 Juni ini ujian masuk universitas ternama di Tanah Air, yakni UI telah dibuka dan dilaksanakan.
Tentu saja semua diikuti dengan segenap aturan dan ketentuan yang mesti diikuti. Sekalipun zaman sudah berubah, untuk sekarang, universitas masih menjadi pilihan meningkatkan kualitas diri putra-putri bangsa.
Koreksi
Namun, kualitas di era seperti sekarang sudah tidak lagi seutuhnya dilihat dari tempat seseorang kuliah, termasuk nilai, kecuali bidang yang memang masih membutuhkan profil lulusan demikian.
Gita Wiryawan dalam sebuah podcast di youtube mengatakan bahwa dirinya dalam mencari orang yang bisa diterima dalam bekerja bukan lagi ijazah dan nilai, tetapi keberuntungan.
Seberapa hebat seseorang pernah beruntung dalam hidupnya, itulah yang akan dia prioritaskan untuk diterima.
Baginya, orang beruntung akan lebih mudah menangkap peluang keberuntungan, dibanding orang yang hanya pandai secara kognisi atau akademik belaka.
Lulusan pendidikan vokasi terutama, ke depan tidak bisa lagi mengandalkan ijazah semata. Harus lebih mengasah kemampuan yang memang lebih dibutuhkan pada sektor usaha di masa sekarang.
Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Wikan Sakarinto mengatakan bahwa sekarang perlu diperhatikan setiap orang perihal aku bisa apa, sudah bukan lagi aku sudah belajar apa, seperti dilansir detik.
https://news.detik.com/berita/d-5083630/catat-lulusan-vokasi-diminta-jangan-hanya-andalkan-ijazah
Oleh karena itu penting langkah koreksi yang tegas, bahwa kuliah atau pun sekolah harus benar-benar mencapai target tercapainya atau dimilikinya satu skill yang jelas dan benar-benar dikuasai.
Amal
Ilmu idealnya diamalkan. Dalam Islam hal ini merupakan satu aksioma yang jika tidak diindahkan akan membawa seseorang yang berilmu pada kerugian.
“Selama engkau tidak beramal maka engkau tidak akan mendapatkan ganjarannya,” demikian ungkap Hasan Al-Bashri.
Problem utama kala bicara amal, bukan pada apa yang diperoleh selama kuliah atau sekolah dalam bentuk mata pelajaran keterampilan baik teknik maupun pemikiran. Melainkan sisi-sisi yang lebih mendasar, yakni niat, keikhlasan, dan orientasi hidup.
Adian Husaini dalam artikelnya berjudul “Hati-Hati, Jangan Sampai Ikut Kuliah, Tapi Tidak Berpendidikan Tinggi” menerangkan dengan sangat tegas.
“Bisa jadi, seorang mahasiswa tercatat dan mengikuti proses perkuliahan di suatu universitas, tetapi pada hakikatnya, ia tidak berpendidikan tinggi. Sebab, dalam istilah Prof. Syed Muhammad Naquib Al-Attas, ia tidak menjalani proses pendidikan untuk menjadi manusia yang sempurn (al-insan al-kulliy/ a universal man).”
Baca Juga: Energi dari Chef Haryo
Dan, seperti jamak dipahami, universitas belakangan ini lebih berfungsi sebagai tempat “training” yang mengantar mahasiwa meraih wawasan dan skill tertentu untuk bisa mencari kerja.
Dalam bahasa Adian, “Untuk bisa mencari makan dan meraih kedudukan sosial tertentu. Mahasiswa tidak dididik menjadi “orang baik”; yakni – menurut UUD 1945 pasal 31 (3) – manusia yang beriman, bertaqwa, dan berakhlak mulia.”
Mas Imam Nawawi_Ketua Umum Pemuda Hidayatullah