Hari masih nyenyat. Suara dari speaker mushola atau masjid juga belum terdengar. Cahaya fajar sepertinya tengah bersiap-siap menyapa bumi. Kedua mataku sudah menyantap ungkapan sosok filsuf kuno, Aristoteles. “Keunggulan adalah sebuah seni yang dimenangkan oleh latihan dan kebiasaan,” itu kalimatnya. Jadi, orang akan unggul bukan karena ucapan (semata) tetapi juga latihan dan kebiasaan.
Rasanya tidak sulit memahami orang yang banyak ucapan tapi sepi tindakan. Pada masa kampanye menjelang Pemilu, kita akan sangat sering mendengar ucapan-ucapan berupa janji. Tetapi seiring waktu berlalu, tak ada bukti yang membumi. Pantaslah kalau kemudian negara kita sepertinya terus terseok-seok dalam melangkah. Beban korupsi, pikulan moral, seakan jadi kanker yang tak mudah untuk diatasi.
Tapi apakah dengan begitu diri kita sudah bebas, merdeka, dari segala ucapan yang tidak manfaat? Ini yang lebih utama kita perhatikan. Karena kata Hamka, mengenal diri sendiri lebih sukar daripada memahami orang lain. Lebih jauh, apakah diri ini telah memiliki kebiasaan yang berguna untuk kehidupan masa berikutnya?
Ungkapan Aristoteles bahwa latihan dan kebiasaan bisa mengantarkan kehidupan seseorang pada keunggulan, maka kita bisa memahami bahwa mainstream hidup paling penting bagi kita adalah bagaimana memiliki tujuan, kemudian berlatih dan membangun kebiasaan.
Seorang guru pernah berpesan kepadaku: “Ketekunan (dalam berlatih dan membangun kebiasaan baik) akan mengalahkan orang yang berbakat”.
Kang Maman dalam pertemuan di kantor BMH Pusat juga memberikanku welingan, “Terus saja menulis nanti akan mengalir sendiri. Seperti es batu, kalau kita letakkan di luar pendingin, lama-lama mencair sendiri,” ucapnya sembari tersenyum yang membuatku semakin menyala. Bahwa memiliki skill apa kuncinya satu, terus membiasakan diri melakukannya dengan sepenuh hati.
Gairah Hidup
Coba perhatikan, selama ini kalau bangun tidur itu jam berapa?
Baca Juga: Jangan Salah, Keterbatasan itu Penting
Kalau setiap hari sangat sering seseorang itu bangun setelah matahari terbit, alamat ia akan kehilangan lebih dari separuh energi dalam dirinya. Itulah sebab mengapa ia tak bergairah dalam hidup.
Faktanya mudah kita lihat atau ada yang merasakan. Bahwa terlambat bangun (bagi anak sekolah) akan membuat ia terlambat mandi, telat sarapan dan kasep berangkat ke sekolah. Tahu kan apa yang terjadi berikutnya, berangkat dengan terburu-buru. Apakah ketika ia berhasil sampai ke kelas dan bel masuk belum berbunyi pertanda ia bahagia? Tidak, ia tersengal-sengal karena memacu diri untuk serba cepat.
Kalau itu orang lakukan sepanjang sekolah, maka sudah pasti ia akan sulit mencerna kalimat-kalimat yang mengajaknya untuk mengubah diri. Kenapa? Kebiasaan telah membentuk setting berpikir sekaligus sistem kesadarannya.
Itulah mengapa, seringkali teman yang berupaya membantu sebagian anak jalanan untuk dididik di dalam panti atau pesantren rata-rata minggat. Alam bawah sadarnya mengatakan bahwa ini bukan tempat yang nyaman. Apakah ada tempat pendidikan yang tidak nyaman? Yang sebenarnya terjadi adalah kebiasaannya memberontak, karena berubah butuh kesadaran sekaligus energi.
Dalam kata yang lain kalau kita merasa hidup tampak kehilngan gairah, sekali waktu coba cek kebiasaan diri. Jangan-jangan kebiasaan itu memang sudah saatnya kita ubah sendiri. Dan, itu butuh kesadaran, latihan dan kebiasaan.
Sistematika Perubahan
Lalu bagaimana cara mengubah kebiasaan?
Sejarah kehidupan Rasulullah SAW memberikan petunjuk untuk itu. Pertama, Rasulullah SAW menerima perintah membaca dalam surah Al-‘Alaq. Lihat sekarang, negara mana yang maju, bangsa mana yang penduduknya sejahtera? Selalu yang punya tradisi membaca tinggi. Namun membaca lengkapnya adalah Iqra’ Bismirabbik (bacalah dengan nama Tuhanmu).
Baca Lagi: Aktualisasi Diri, Budak Pun Bisa!
Kedua, Rasulullah SAW menerima wahyu kedua yakni ayat 1 – 7 surah Al-Qalam. Lihat kemudian kepribadian Nabi SAW, semua bersumber dari panduan hidup yang utama, yaitu Alquran, tepatnya akhlak yang mulia.
Ketiga, Rasulullah SAW mendapat wahy ayat 1 – 10 Surah Al-Muzzammil. Sejak itu, Rasulullah memiliki enam amalan inti yang setiap hari beliau laksanakan. Seperti, bangun tengah malam. Jadi tidak bangun setelah matahari terbit. Kemudian membaca Alquran dengan tartil. Selanjutnya sabar, dzikir, tawakkal dan hijrah (mengubah kebiasaan).
Tiga surah itu memberikan bimbingan kepada kita bagaimana membangun kebiasaan baik. Butuh kesadaran yang berangkat dari tradisi membaca, kemudian meyakini Alquran dan seterusnya mengamalkan aktivitas utama bagi pembentukan diri yang tangguh secara lahir dan batin, di antaranya dengan shalat Tahajjud.
Sepanjang berdakwah, itulah sistematika perubahan diri yang Rasulullah SAW lakukan. Jadi apa yang menjadi kunci rahasia Nabi Muhammad SAW menjadi insan yang unggul? Itulah jawabannya, setiap hari beliau melatih diri dengan berbagai amalan penting hingga semua kebaikan itu menjadi kebiasaan di dalam kehidupannya.*