Home Opini Amal Politik dan Kemerdekaan
amal politik & kemerdekaan

Amal Politik dan Kemerdekaan

by Mas Imam

Pada dasarnya, Islam tidak membeda-bedakan orang berprofesi apa lantas beramal apa. Tetapi dalam sisi yang lebih spesifik, idealnya iman dan kesadaran seseorang mendorong jiwa beramal yang terbaik sesuai bidangnya, hingga di politik, mestinya berlomba-lomba dalam amal politik.

Sebagaimana seorang guru berlomba-lomba melahirkan murid yang berakhlak, cerdas dan tangguh, seperti itulah para politisi, dirinya hadir dengan amal politik yang mengejawantahkan tujuan berpolitik yang sesuai dengan tuntunan Islam.

Terlebih ketika melihat sejarah perjalanan bangsa Indonesia, peran umat Islam dalam sisi politik amatlah besar dan signifikan.

Baca Juga: Politik, Beras dan Jati Diri Bangsa

Oleh karena itu, Gus Hamid mengajak umat ini untuk kembali merajut kesadaran politik, yang sejak awal, peranan umat Islam terhadap bangsa ini benar-benar besar.

“Diakui atau tidak diakui, sejarah telah memuliskan itu,” tegas Prof. DR. KH. Hamid Fahmi Zarkasyi.

Ruh Politik Tanah Air

Politik bukanlah satu sisi kehidupan yang bisa berdiri sendiri. Sebab politik itu sendiri merupakan wujud dari respon kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Sebagaimana politik yang di antaranya menetapkan pemimpin, wakil rakyat dan “memproduksi” berbagai macam Undang-Undang dan regulasi, Islam sejak awal telah hadir dengan sistem tata kelola kehidupan yang beradab.

Oleh karena itu, politik, khususnya di Indonesia, dimana umat Islam mayoritas, sangatlah wajar jika dalam konsep, metodologi dan penerapan, benar-benar dijiwai oleh ajaran Islam.

Tanpa itu, maka politik yang ada hanya sebuah formalitas demokrasi yang tak tentu arah apalagi membawa kebaikan bagi masyarakat.

Di samping definisi politik akan berubah jauh antara konsep dan implementasi. Akhirnya politik berubah makna, dari seni memerintah dan mengatur masyarakat, menjadi seni memerintah dan mengatur regulasi untuk kekayaan pribadi dengan “menipu” rakyat.

Amal Politik

Dari hal tersebut di atas kita dapat tarik pemahaman bahwa di dalam politik, para politisi mestinya memahami amal politik yang mesti mereka tegakkan.

Yakni menghadirkan satu regulasi, UU yang benar-benar membawa kemaslahatan bagi rakyat.

Lebih jauh, politik dan duduk di jabatan-jabatan politik mestinya disadari sebagai ruang dan medan perjuangan yang besar yang karena itu siap berkorban jiwa dan harta. Jangan malah dibalik.

Gus Hami mengatakan, orang yang beriman (yang duduk di jabatan politik dan menjadi politisi) harusnya masuk ke ruang kebijakan dengan semangat juang dengan jiwa dan harta. Apakah ini sudah terwujud?

Dijawab sendiri oleh beliau, belum. Yang terjadi malah, banyak orang (terjun ke politik) justru demi mendapatkan harta yang pada akhirnya menjadi koruptor.

Tentang Kemerdekaan?

Jika kondisi kaum Muslimin, memandang politik masih sebatas alat mendongkrak kekayaan pribadi dan golongan, maka sejatinya yang disebut kemerdekaan itu tidaklah benar-benar utuh diraih bangsa ini.

Seperti disampaikan oleh Prof. Dr. Abd. Al-Fattah Al-Awaisis, guru besar di Ankara Sosyal Bilimler Universitesi bahwa setiap penjajahan berupa pendudukan sebuah negara atas negeri lain, senantiasa menunjukkan jalan yang sama.

“Yakni penjajahan pikiran hingga akhirnya penjajahan keyakinan,” sebagaimana dikutip oleh Ustadz Fauzil Adhim dalam Live IG bersama BMH dengan tajuk Kemerdekaan dan Pendidikan Anak Kita.

Dan, itu berarti jalan untuk merdeka pun sama, “(yakni) harus dimulai dari merdeka dalam berpikir dengan memiliki pijakan kuat bermartabat.”

Realitas Kemerdekaan?

Nah, sekarang kita tinggal sampaikan pertanyaan sederhana dan fundamental.

Seperti, apakah setiap kebijakan yang ada telah menomorsatukan kesejahteraan rakyat atau malah sebaliknya, justru bangsa lain yang mendapat keuntungan besar?

Apakah rakyat di tengah pandemi merasakan kehadiran pemerintah dan negara secara membahagiakan?

Baca Lagi: Menalar Pernyataan dalam Politik

Dan, banyak lagi pertanyaan lain yang bisa kita ajukan dengan membawa realitas kemerdekaan yang ada. Yang kesimpulannya adalah kita harus kembali merajut kesadaran di dalam politik, sehingga diskusi bangsa dan umat tentang politik tidak terlalu teknik.

Seperti soal spanduk yang sedang mem-viral atau pun guyonan yang tidak mengarah pada kesadaran dan kecerdasan. Apalagi terkecoh oleh pencitraan media dan media sosial sosok yang digadang-gadang mampu padahal tidak memiliki kepercayaan diri dan ilmu yang sejati. Allahu a’lam.*

Mas Imam Nawawi

Related Posts

Leave a Comment