Beberapa hari ini saya membaca buku “Dunia Sophie” sebuah buku novel filsafat. Anehnya, semakin membaca, saya semakin ingat akan kandungan Alquran. Ya, Alquran yang sejatinya membuka kesadaran manusia.
Mengapa hal itu bisa terjadi, tidak lain karena kisah-kisah tentang mitos yang dahulu jadi keyakinan orang-orang Norwegia dan beberapa bangsa lainnya di Eropa perihal dewa-dewa.
Seperti kala mereka mendengar suara guntur, itu katanya karena Dewa Thor sedang berjalan dengan kereta dengan ditarik dua ekor kambing lalu memukuklkan kampaknya.
Dari sejarah itu, tidak heran kalau Auguste Comte akhirnya memandang masyarakat yang yakin akan mitos sebagai masyarakat yang terbelakang.
Masyarakat yang maju, kata Comte adalah yang memahami apa itu positivisme dalam menjalani kehidupan sehari-hari.
Baca Juga: Virus Penalaran
Sampai kemudian tiba masa-masa abad terakhir sebelum masehi, orang-orang Yunani mengenal filsafat, lalu mulai menata bagaimana memahami dunia ini dengan pikiran. Sampai datang peradaban Islam yang menejermeahkan karya-karya filsuf itu ke dalam Bahasa Arab.
Lalu menyebar ilmu itu ke Spanyol dan akhirnya Barat melek ilmu. Sampai akhirnya Frnacis Bacon mengatakan, semua pikiran filsuf Yunani itu tidak berguna.
Karena hanya menata bagaimana berpikir, bukan bagaimana pikiran bisa menghasilkan apa yang manusia butuhkan. Itulah modernisme.
Iqra’ Bismirabbik
Singkat cerita, akhirnya kalau kita menelusuri sejarah, para ulama dan saintis Muslim-lah yang memulai melakukan pembacaan mendalam terhadap fenomena alam ini.
Dari pembacaan itu lahirlah ahli ilmu dalam beragam bidang. Kedokteran ada Ibn Sina, matematika ada Al-Khawarizme, filsafat ada Al-Kindi, optik ada Ibn Haytam, dan lain sebagainya.
Dan, jangan memahami mereka ahli ilmu dalam Islam sebagai orang yang paham satu disiplin ilmu belaka. Ibn Haytam itu ahli optik, astronomi, fisika, matematika, kedokteran dan tentu saja Alquran dan Hadits.
Konon, matematika berkembang pesat dalam peradaban Islam, dipicu dan dipacu oleh syariat Islam, yakni perihal pembagian warisan. Bahkan angka nol (0) yang menemukan adalah Al-Khawarizmi dengan penulisan angka yang seperti kita ketahui sekarang.
Sebelum itu dunia mengenal matematika dengan angka-angka Romawi. Bayangkan kalau misalnya sampai sekarang dunia menggunakan itu, betapa tidak efisiennya orang untuk menemukan hasil penjumlahan dari 1550 dengan 955. Apalagi kalau sampai perkalian.
Tidak heran kalau seorang Rocky Gerung pun berkata bahwa Alquran memerintahkan manusia untuk Iqra’, Iqra’, Iqra’, bukan “Kejra, Kerja, Kerja” sambil berseloroh kala hadir sebagai narasumber dalam Youtube Bisikan Rhoma Irama.
Iqra’ itu adalah Iqra’ bismirabbik. Upaya membaca yang pada akhirnya manusia sampai pada satu pemahaman utuh dan teguh bahwa Allah adalah Tuhan dan manusia sebagai hamba yang siap menjalankan tugas utama sebagai hamba sekaligus khalifah Allah.
Islam adalah Ilmu
Selain Islam adalah agama, Islam juga ilmu, sekaligus peradaban.
Hal ini karena perintah pertama dalam Islam adalah Iqra’ bismirabbik (membaca dengan nama Tuhan).
Sisi lain, iman seseorang tidak terima, kecuali ia telah sampai pada kemampuan menggunakan akal (baligh). Bahkan Islam menantang, bahwa yang bisa beriman adalah yang berilmu (QS. 47: 19).
Baca Lagi: Siapa Tidak Iqra’ Dia akan Memanen Kemalasan
Dengan demikian, umat Islam adalah umat yang terbaik, umat yang memiliki keunggulan besar dalam ajaran kitab suci, Alquran.
Hal ini kalau jadi kesadaran kaum muda Muslim, maka mereka akan mampu menjadi manusia unggul untuk zamannya. Oleh karena itu, jangan ada waktu yang kita tidak membaca dengan nama Allah, apapun itu.*