Bayangkan kalau hidup ini tanpa Al-Qur’an! Banyak orang dalam perjalanan mencari makna hidup, yang pasti terjebak dalam pusaran definisi “keuntungan” yang semu. Materi berlimpah, popularitas yang menjulang, atau kenikmatan sesaat kerap kali dianggap sebagai puncak kesuksesan. Namun, benarkah demikian?
Kita memerlukan materi, karena memang masih hidup di dunia. Tetapi limpahan materi harusnya menjadi pupuk bagi akar tanaman, yang menyegarkan dan menyuburkan keimanan dalam dada. Bukan malah iman mati karena konsep memandang materi sebagai racun bagi iman, bukan pupuk bagi kebaikan.
Nah, Al-Qur’an, sebagai pedoman hidup umat muslim, menawarkan perspektif yang berbeda tentang hakikat keuntungan sejati. Ia mengajarkan bahwa keuntungan hakiki adalah kedekatan dengan Allah, kemuliaan akhlak, dan kebahagiaan abadi di akhirat kelak.
Setiap perintah dan larangan dalam Al-Qur’an sejatinya merupakan jalan menuju keuntungan tersebut. Kewajiban shalat, zakat, puasa, dan haji bukanlah sekadar ritual belaka, melainkan sarana untuk menyucikan jiwa, mendekatkan diri kepada Sang Pencipta, dan meraih kebahagiaan hakiki.
Baca Juga: Bukti Nyata Kebaikan
Namun, menyelami samudra hikmah Al-Qur’an bukanlah perkara mudah. Ia menuntut kesungguhan, ketekunan, dan kerendahan hati. Kita perlu membuka pikiran dan hati, siap menerima petunjuk dan hikmah yang terkandung di dalamnya.
Lebih dari Sekadar Pengetahuan
Memahami Al-Qur’an bukan hanya tentang menguasai bacaan atau menghafal ayat-ayatnya. Lebih dari itu, ia adalah tentang mentransformasikan nilai-nilai luhur Al-Qur’an ke dalam pikiran, perkataan, dan perbuatan. Al-Qur’an harus menjadi sumber inspirasi dan motivasi untuk bergerak dan berkontribusi nyata bagi kemaslahatan umat dan alam semesta.
Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Al-Anbiya ayat 107: “Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam.”
Ayat ini menegaskan bahwa seorang muslim yang sejati adalah ia yang menebar rahmat dan kebaikan bagi semua makhluk.
Beruntung saya punya teman-teman yang sadar pentingnya terus bertemu dengan wahyu Ilahi itu dalam satu kegiatan yang biasa kami sebut dengan nama “Halaqah.” Setidaknya aktivitas ini, kalau kita sibuk sepekan, ada satu momentum kita tetap mengkaji Al-Qur’an.
Sebab pada dasarnya, kita tidak boleh hanya fokus pada kepentingan pribadi, tetapi juga peduli pada nasib sesama dan lingkungan sekitarnya.
Dengan demikian, mendalami Al-Qur’an bukanlah tujuan akhir, melainkan sebuah proses yang mengantarkan kita pada pemahaman yang mendalam tentang makna hidup, keuntungan hakiki, dan dorongan untuk terus bergerak dalam kebaikan.*