Home Kajian Utama Akarnya Satu, Iqra’
Akarnya Satu, Iqra'

Akarnya Satu, Iqra’

by Imam Nawawi

Bukan sekali dua kali, hampir setiap ketemu orang, terutama usia muda, selalu melempar pertanyaan: bagaimana bisa berbicara lancar dan bagus, termasuk bagaimana bisa menulis dengan baik. Bagaimana bisa kuat mental? Akarnya satu, Iqra’.

Menulis misalnya, bagi Kang Maman dalam buku “Aku Menulis Maka Aku Ada” menulis sebenarnya sekaligus membaca.

Baca Juga: Islam sebagai Peradaban

“Perintah Iqra’, bacalah, disediakannya qolam (pena) dan dimintanya kita menyimak kitab-Nya, sungguh mengandung makna, nikmatilah segala kenikmatan yang ada di dunia dan di akhirat.

Bagaimana tidak nikmat, aktivitas ini memberi pengayaan batin dan intelektual, sekaligus membuat kita ikut berkontribusi bagi kebajikan dan kemajuan peradaban.”

Soal rezeki misalnya, orang yang tidak Iqra’ bisa salah jalan.

Bagi orang yang iqra’ rezeki bukan soal banyak atau sedikitnya harta. Sebab rezeki memang bukan melulu soal kekayaan materi. Akan tetapi tentang keberkahan.

Dalam hal harta, rezeki seseorang itu adalah apa yang ia makan sampai habis. Kemudian apa yang ia gunakan sampai rusak. Bukan yang ia tumpuk-tumpuk. Tidak pula yang terus membuatnya sibuk menghitung-hitung.

Jika seseorang memiliki stok beras 1 ton, ia akan tetap makan satu piring saja. Katakanlah ia mau makan banyak, maksimal dua piring, itu pun sudah pemaksaan bagi perutnya dan mengancam kesehatannya.

Nabi SAW menerangkan. “Manusia selalu mengatakan, ‘hartaku…hartaku…’ padahal hakikat dari hartamu, wahai manusia, hanyalah apa yang kamu makan sampai habis, apa yang kamu gunakan sampai rusak, dan apa yang kamu sedekahkan, sehingga tersisa di hari kiamat.” (HR. Ahmad).

Bingung

Orang yang tidak membaca, kurang baca, apalagi sampai salah baca, pasti akan bertemu dengan kebingungan.

Dahulu, mungkin orang bangga sama Jepang, negara Asia yang maju. Tetapi saat ini, ketika resesi seks melanda, apakah orang masih memandang Jepang maju?

Sekarang banyak sekolah tutup. Tidak kurang dari 450 sekolah tutup setiap tahunnya.

Hal itu terjadi karena memang tidak ada lagi anak-anak. Orang tidak mau menikah, berkeluarga dan memiliki anak.

Merespon anjloknya angka kelahiran Jepang, Perdana Menteri Furnio Kishida menempuh cara-cara empiris.

Seperti menyiapkan anggaran kebijakan terkait anak, mungkin akan ada bantuan dana dan lain sebagainya. Media mengabarkan bahwa Jepang telah gelontorkan Rp. 370 triliun untuk atasi resesi seks.

Tetapi apakah dana itu akan menjadi jalan keluar?

Ternyata ada masalah lain. Wanita muda Jepang ogah menikah dan memiliki anak karena budaya yang ada dan mindset hidup mereka sendiri. Faktor ekonomi hanya jadi alasan pendukung bahwa menikah memakan biaya, melelahkan dan tidak menguntungkan.

“Kalau punya anak di Jepang, suami tetap bekerja tapi ibu diharapkan berhenti dari pekerjaannya dan menjaga anak. Saya hanya merasa sulit untuk membesarkan anak, secara finansial, mental, dan fisik,” kata Yuka Minagawa, seorang profesor di Universitas Sophia di Tokyo dikutip dari The Guardian.

Iqra’ Bismirabbik

Perintah pertama dalam Alquran memang orang banyak pahami itu Iqra’. Tetapi lengkapnya adalah Iqra’ Bismirabbik.

Baca Lagi: Hadirkan Kecerdasan Ekstra

Jadi sejak awal, membaca memang penting. Namun jauh lebih utama, membaca dengan nama Rabb (Allah).

Hal ini karena tidak ada jaminan orang yang secara intelektual bagus pasti akan mendapatkan hidayah.

Sebaliknya, orang yang secara intelektual biasa saja, pasti akan hidup tidak bahagia.

Bahagia atau tidak seseorang tergantung pada kesadaran, kemauan dan keajegan dia dalam mengamalkan perintah membaca itu, Iqra’ Bismirabbik.

Urgensi Iqra’ Bismirabbik itu adalah agar manusia tidak bingung dan salah jalan. Dahulu orang melihat Jepang hebat, sekarang?

Orang juga memandang Amerika hebat, tetapi sekarang?

Fritjof Capra dalam buku “Titik Balik Peradaban” menyatakan bahwa peradaban Barat hari ini memang canggih, tetapi apakah semakin canggih otomotif, polusi semakin berkurang? Saat setiap bulan tegak rumah sakit baru, kesehatan semakin mudah? Termasuk ketika banyak sarjana ekonomi lahir, kemiskinan dapat teratasi?

Islam, dalam konteks peradaban, mungkin tidak lagi menjadi leader dunia. Akan tetapi ajaran Islam dan nilai-nilai peradaban Islam tetap utuh, seperti keluarga, kejujuran, keseimbangan dalam hidup, dan kebahagiaan itu sendiri.

Pendek kata, mau apapun, terutama menempuh jalan yang lurus, jalan kebahagiaan orang yang Allah berikan nikmat iman dan Islam, jalannya hanya satu, Iqra’ Bismirabbik.*

Mas Imam Nawawi

 

Related Posts

Leave a Comment