Weekend ini (9/9/23) saya bertemu Mas Novi Arian, pemerhati teknologi informasi dan sosial. Alhamdulillah bisa sharing tentang teknologi informasi dan peradaban manusia. Sebagian perbincangan jadi konten youtube. Sisi yang saya tangkap lebih tajam dari biasanya adalah “kecanggihan” Mas Novi menempatkan akal dalam memahami Alquran.
Sebelum membahas perbincangan itu, saya ingin mulai dari konsep akal. Ibn Khaldun memahami akal sebagai alat dalam diri manusia yang berfungsi memahami fenomena kehidupan, termasuk ayat-ayat Alquran.
Artinya, tingkatan paling dasar akal manusia memang bisa mempelajari apapun dalam kehidupan ini, seperti kondisi geografis, lingkungan, budaya, sosial dan sebagainya.
Baca Juga: Alquran dan Jejak Digital
Ibn Khaldun pun membagi kerja akal kedalam tiga bagian. Kesatu, akal pembeda, ini membantu manusia membedakan mana yang baik dan buruk, bermanfaat atau tidak. Kemampuan itu adalah al-‘aqlu al-tamyiz.
Kedua, akal eksperimental (al-‘aql at-tajribi). Pikiran yang melengkapi manusia dengan ide-ide dan perilaku yang penting dalam pergaulan dengan sesama.
Ketiga, akal spekulatif (al-‘aqlu an-nadzari), ialah pikiran yang melengkapi manusia dengan pengetahuan (ilmu) atau pengetahuan hipotesis (dzan). Biasanya mengenai sesuatu yang berada di belakang persepsi indera tanpa tindakan praktis yang menyertainya.
Akal dan AI
Jadi jelas, ya, akal itu mampu melihat sekaligus memastikan benar dan salah. Akal juga bisa memproduksi ide plus menghasilkan ilmu pengetahuan.
Nah, Mas Novi bisa menempatkan fungsi akal yang hanya bisa maksimal kalau memahami Alquran.
Misalnya, hadirnya teknologi AI yang sebenarnya sudah berlangsung lama dan booming belakangan ini. Secara substantif AI adalah tools. Hanya saja memang AI mengambil intelektualitas manusia.
Kalau dahulu teknologi merenggut pekerjaan berat manusia secara fisik, sekarang AI mengambil peran intelektual manusia. Lalu, apakah dengan adanya AI penulis harus berhenti menulis?
Mas Novi mengatakan, “Kalau kita menulis karena idealisme, saya kira AI tidak akan bisa menggantikannya. Tetapi kalau menulis dengan tujuan monetisasi jelas AI akan bisa mengambil alih tulisan-tulisan yang seperti itu. Karena apa, manusia punya kekuatan spiritual dalam dirinya. AI sama sekali hanya alat,” jelasnya.
Lebih Jauh, pria yang kini berkacamata itu mengatakan bahwa AI akan mendatangkan maslahat jika umat Islam mampu memahami Alquran dengan baik.
“Bayangkan kalau sekarang ada orang yang menuhankan kecerdasan akal. Allah sudah tegur itu melalui AI. Kalau kamu bangga dengan kecerdasan, AI sekarang sudah lebih cerdas dari Anda. Jadi, ini bisa jadi puncak kemampuan rasionalisme bekerja. Akhirnya orang sadar, bahwa hanya Allah Maha Mengetahui. Jadi, AI akan maslahat kalau iman kita kepada Allah melalui Alquran juga semakin baik,” ungkapnya.
Alquran Menantang
Menariknya, sedari awal, Alquran memberikan tantangan kepada manusia. Kalau merasa lebih hebat, silakan membuat satu ayat saja seperti Alquran.
Baca Lagi: Menghidupkan Alquran
“Katakanlah: ‘Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa Al Quran ini, niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengan dia, sekalipun sebagian mereka menjadi pembantu bagi sebagian yang lain.” (QS. Al-Isra: 88).
Kumpulkan semua kecerdasan, termasuk AI dan apapun namanya. Niscaya semua itu tidak akan bisa menyamakan diri dengan Alquran.
Pendek kata, buat apa bikin gila diri sendiri, sok tahu, sok ahli akal, dan sok hebat terhadap Islam. Lebih baik akal kita maksimalkan untuk bisa memahami dan mengamalkan Alquran. Rasakan kemukjizatannya!*