Home Kajian Utama Akal, Bagaimana Idealnya Bekerja?
Akal bagaimana harusnya bekerja

Akal, Bagaimana Idealnya Bekerja?

by Mas Imam

Bagi banyak orang bahasan akal memang cukup sering dilakukan, namun, mengapa manusia memiliki akal dan karena itu bisa berpikir belum banyak yang memberikan jawaban yang memuaskan. Terlebih kala akal bekerja dengan landasan dan tujuan yang pragmatis.

Suharsono dalam bukunya Membangun Peradaban Islam Menata Masa Depan Indonesia dengan Alquran menjelaskan dengan begitu terang, bahwa akal atau logika dalam diri manusia sangat mudah dan kian tajam kala digunakan untuk membela kebenaran.

Sebaliknya, akal atau logika akan kehilangan kekuatannya kala dipaksakan untuk membenarkan kebatilan.

Oleh karena itu orang yang secara sadar meletakkan akalnya pada landasan dan tujuan yang materialistik dan pragmatis pasti tidak akan mampu memberikan penjelasan mengapa dirinya membuat kebijakan A, B dan C.

Terhadap semua pertanyaan yang ilmiah dan sebenarnya bisa dijadikan bahan untuk seseorang kembali pada cara berpikir yang benar, sikapnya satu, benci lalu memusuhi dan mengkerdilkan, bahkan lebih jauh menjatuhkan hukuman.

Fakta Sejarah

Dahulu sekali, di masa kehidupan Nabi Ibrahim, ada seorang raja yang sangat berkuasa dan karena itu ia merasa tak ada manusia yang lebih berharga pikirannya dibandingkan dirinya sendiri.

Suatu waktu ia berdebat dengan Nabi Ibrahim. Ia bertanya, “Siapa Tuhanmu?”

Nabi Ibrahim menjawab tegas, “Tuhanku yang menghidupkan dan mematikan.”

Mendengar itu raja zalim itu memanggil dua orang tahanan. Satu dihukum mati satu dibebaskan. Lantas ia berkata, “Ini saya, bisa menghidupkan dan mematikan.”

Nabi Ibrahim tak habis akal, ia pun mengatakan dengan lantang. “Tuhanku yang menerbitkan matahari dari Timur dan terbenam di Barat. Kalau kamu benar Tuhan, silakan terbitkan matahari dari Barat!”

Raja itu marah. Logikanya buntu, akalnya tidak berfungsi. Karena memang mana mungkin ia adalah seorang Tuhan. Atas ketidakmampuan menjawab tantangan itu, ia bersikap marah dan menjatuhkan vonis bahwa Nabi Ibrahim harus dihukum mati dengan cara dibakar.

Jadi, untuk melihat seorang pemimpin memiliki kemampuan berpikir besar dan visioner dapat dilihat dari sikapnya terhadap orang yang menyampaikan pikiran yang jauh lebih unggul dari sisi kebenaran namun berbeda dengan kepentingan pemimpin itu sendiri.

Kegagalan Akal

Mengapa akal Namrudz sang raja itu tumpul?

Ada beberapa alasan. Pertama, ia telah memposisikan diri sebagai yang lebih unggul daripada Ibrahim, karena ia berkedudukan sebagai raja. Perasaan inilah yang menghambat seseorang dapat menangkap cahaya kebenaran.

Kita ketahui bahwa kebenaran bukan ditentukan oleh seseorang berada di kedudukan yang bagaimana. Tetapi lebih pada penjelasannya bisa dicerna akal sehat atau tidak.

Ketika hari ini kita hidup di era media, dimana orang dengan kedudukan presiden, menteri banyak memberikan keterangan tentang kebijakan maka apa yang disampaikan tidak otomatis benar.

Cara mengukurnya sederhana, jika penjelasannya tidak memenuhi unsur data yang memadai dan cara merangkainya tidak komprehensif, sehingga terjadi ketidaksingkronan, maka itu bukti bahwa kebenaran tidak ada di dalam dirinya.

Misalnya, ada ungkapan dari pejabat tinggi, bahwa yang bisa menyelamatkan bangsa ini dari Covid adalah vaksin. Jika yang mengatakan itu bukan seorang ahli kesehatan dan fakta di lapangan tidak demikian, maka ungkapan itu masih patut dipertanyakan.

Kedua, Namrudz memandang tidak ada manusia yang bisa menyentuhnya. Maka ia bisa bicara apa saja. Toh semua orang akan setuju, ikut dan mendukungnya. Akhirnya takabbur.

Agar Pikiran Segar

Jika seseorang hendak mengenal Tuhan yakni Allah Ta’ala maka ia harus melunturkan semua jenis perasaan dirinya hebat, lebih unggul dan lain sebagainya yang menjadikan hatinya sulit ditembus cahaya kebenaran.

Dalam kajian Ustadz Abdullah Said, untuk bisa merasakan manisnya iman, seseorang harus menggugurkan semua perasaan unggul yang membuahkan kesombongan di dalam diri.

Artinya, jangan pernah merasa diri lebih unggul dari manusia manapun, terlebih dari Alquran dan Rasulullah Muhammad SAW. Begitu seseorang tidak mampu melepas semua unsur Iblis dalam dirinya, maka sepanjang hidup akalnya hanya akan bisa bekerja untuk urusan jangka pendek, kesalahan dan kebatilan.

JIka hal itu ada di dalam diri seorang pemimpin, maka menderitalah rakyat yang dipimpinnya.

Jika itu ada dalam diri seorang pengusaha, maka merugilah semua konsumennya dan seterusnya.

Idealnya akal bekerja sesuai dengan petunjuk dan tuntunan dari Tuhan. Bukan diperkuda hawa nafsu yang urusannya hanya soal kekayaan, kedudukan dan kesenangan yang menghalalkan segala cara.*

Mas Imam Nawawi

Related Posts

Leave a Comment