“Akal atas peristiwa absurd” kali ini saya gunakan sebagai judul. Hal ini karena belakangan banyak hal terjadi yang akal sehat manusia secara umum kesulitan mencernanya.
Katakanlah wanita penerobos istana yang katanya membawa pistol. Timbangan akalnya sederhana. Kalau dia benar mau melakukan aksi terorisme, mengapa sendirian, terkesan tanpa strategi.
Kemudian, pistol yang ia genggam juga tidak mengandung proyektil. Jadi, apakah itu maksudnya pistol memang sengaja hendak ia berikan kepada paspampres atau bagaimana.
Lebih absurd lagi kala yang menangkap wanita yang bikin heboh itu adalah polisi lalu lintas. Terkesan pengamanan istana abai atau lalai. Semakin absurd bukan?
Rocy Gerung menilai sang wanita itu juga tidak memahami apa yang sebenarnya ia lakukan. Kalau frustasi, mestinya bilang saja dirinya sedang frustasi dengan keadaan yang ada.
Demokrasi yang Tidak Tumbuh
Dalam diskusi Rocky Gerung dengan Hersubeno Arif di Youtube, terosime akan muncul kala demokrasi tidak tumbuh. Itulah yang terjadi dalam negeri ini.
Berbeda dengan Jerman dan Amerika, kalau ada aksi terorisme maka itu adalah kekuatan asing yang disusupkan oleh agen.
Artinya, dalam kasus Indonesia, aksi terorisme hanya akan muncul kalau ada “kalkulasi” dari pihak berkepentingan bahwa isu itu perlu kembali dipajang di ruang publik.
Berarti Indonesia butuh demokrasi yang sehat, tumbuh dan stabil. Caranya jelas dengan transparansi, akuntabilitas dan keterlibatan warga negara dalam ikut memikirkan arah pembangunan bangsa ke depan.
Apalagi dalam keterangan lanjutan, pasca kejadian itu muncul kembali yang namanya framing.
Kesimpulan BNPT
Ketua LBH Pelita Umat Ahmad Khozinuddin mengatakan, kesimpulan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) yang mengaitkan perempuan ‘berpistol’ yang coba terobos Istana Merdeka mantan anggota Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) adalah fitnah tidak berdasar.
“Setelah mencabut BHP HTI, rezim ini tidak pernah puas menzaliminya. Masih saja, mengedarkan fitnah keji terhadap HTI, tanpa bukti dan langsung mengedarkannya kepada publik,” ujar Ahmad Khozinuddin dalam pernyataan yang dikirimkan kepada redaksi hidayatullah.com, Rabu, (26/1/2022).
Rekayasa?
Menurut Rocky Gerung “semua hal yang tidak bisa didudukkan kita mesti anggap sebagai rekayasa, itu intinya.”
Jadi, berita yang membuat heboh ini tidak perlu mendapat perhatian berlebih. Cukup jadi evaluasi istana agar lebih baik dalam pengamananan.
Sisi lain ya, pihak berwenang agar benar-benar detail dalam memeriksa, sehingga tidak perlu ada kehebohan yang publik tidak perlukan.
Harus kita sadari, bahwa setiap kita adalah manusia yang bisa berpikir. Jadi, mari aktifkan kemampuan kita semua dalam berpikir.