Adakah pahlawan hari ini, merupakan pertanyaan ringan, namun tidak mudah untuk menjawab secara kuantitatif.
Sebab sebelum menjawab ada atau tidak, pertanyaan itu membawa orang pada satu kesadaran penting, apakah dirinya orang yang mau berjuang dan berkorban atau hanya menjadi penikmat keadaan.
Kita timbang dari sisi-sisi ungkapan saja. Para pahlawan terdahulu amat luar biasa ungkapan-ungkapan hatinya.
Seperti disampaikan oleh Abdul Kadir kepada Rakyat Melawi.
“Selama masih berada di bawah telapak kaki penjajah, maka tidak akan pernah bahagia dan hidup makmur.”
Ungkapan itu mengandung pesan tersirat bahwa jangan pernah mau hidup dengan diinjak-injak oleh bangsa lain. Jika itu terjadi, maka kebahagiaan dan kemakmuran tinggallah mimpi belaka.
Baca Juga: Pantangan Bagi Pemuda
Berarti, seseorang harus bangkit, membangun kesadaran, gerakan lalu berjuang dan berkorban mengubah keadaan terjajah menjadi merdeka.
Cut Nyak Dien pun demikian. Ia mengatakan, “…Lihatlah! Saksikan sendiri dengan matamu, masjid kita dibakarnya!…Masih adakah orang Aceh yang suka menjadi budak Belanda?”
Sadar dan Melangkah
Kalau mentalitas dan kesadaran pahlawan di atas disadari, maka hari ini tentu kita akan temukan ungkapan-ungkapan heroik. Namun, faktanya memang tidak mudah.
Mereka yang duduk di posisi yang sangat terbuka jalan untuk berjuang dan berkorban malah “mendagangkan” posisinya hanya untuk kepentingan pribadi.
Sibuk ke sana dan ke sini membawa status diri dengan jabatan yang dimiliki yang ujungnya satu, uang bertambah dan terus bertambah.
Tentu saja tidak salah mencari nafkah lebih banyak dan lebih baik, tetapi penting dicatat, semua itu harusnya ditempuh dengan bekerja keras, bukan jual jabatan, bukan jual posisi atau duduk manis lalu berharap uang melimpah datang sendiri.
Andai kata cara berpikir seperti itu dahulu dikedepankan oleh segenap pahlawan bangsa, termasuk Soekarno dan Hatta, tentulah tak ada jalan bagi bangsa ini meraih kemerdekaan.
M. Natsir sang pendiri Dewan Dakwah sampai membuang kesempatan belajar ke Belanda karena peduli dan ingin masyarakat bangkit hidup dalam kemerdekaan.
Jadi, peringatan Hari Pahlawan, idealnya membawa kita pada satu kesadaran untuk melangkah melakukan perbaikan walau dengan cara yang amat sederhana.
Tetapi itu dilakukan karena kesadaran dan melangkah dengan tujuan yang terang benderang, membawa bangsa ini menjadi lebih baik, lahir dan batin.
Merenung
Di hari Pahlawan ini penting kita semua merenung, masihkah ada pahlawan di negeri ini hari ini?
Pesan RA Kartini amat singkat namun penting dan jelas. “Banyak hal yang bisa menjatuhkanmu. Tapi, satu-satunya hal yang benar-benar dapat menjatuhkanmu adalah sikapmu sendiri.”
Artinya, ada atau tidak ada pahlawan hari ini katakanlah tidak perlu dijawab langsung. Tetapi kalau benar sadar dan mau melangkah hendaknya pertanyaan itu dijawab dengan komitmen diri melakukan yang namanya membangun sikap mental kepahlawanan.
Baca Lagi: Desain Politik 2024
Apakah akan ada? Tugas kita bukan memperdebatkannya, tapi memulai langkah membangun sikap, setidaknya jangan sampai diri kita justru menjadi perusak mentalitas kepahlawanan di dalam diri, keluarga dan bangsa secara lebih luas.
Satu hal yang pasti Allah tak menyukai orang yang berputus asa. Jadi mari kuatkan spirit kepahalwanan kita bersama. Apakah nanti jadi pahlawan atau tidak itu bukan soal, yang pasti kita memiliki niat dan tekad meneladani kehidupan para pahlawan bangsa ini.*