Setiap orang sebenarnya memiliki potensi untuk mampu berpikir (tentu saja juga bertindak) besar. Tetapi sebagian tidak sadar akan adanya penghambat besar.
Itu semua terjadi karena tidak adanya visi, komitmen dan tentu saja tindakan jelas yang dipilih.
Akibatnya, hidup dan pergerakan jam, hanya tentang bagaimana merespon dan bereaksi secara emosional dan tanpa pola yang memungkinkan hadirnya kemajuan.
Baca Juga: Berpikir itu Ibadah
Fokus dan ucapan hariannya cenderung menuntut dan menyalahkan orang lain. Sungguh sangat kasihan sekali.
Membesarkan Hal Kecil
Hambatan pertama ialaah membesarkan hal kecil. Contohnya seorang guru mengetahui murid lupa membawa pensil. Bukan membantu dan memberikan nasihat seperlunya, sepanjang hidup guru itu mengingat kesalahan murid itu.
Bisa terbayangkan apa yang terjadi dalam jiwa guru seperti itu? Ia akan sangat terbakar oleh perasaan benci dan marah ketika melihat murid itu.
Padahal dalam Islam, kesalahan orang, apalagi anak-anak, lebih baik kita berikan maaf. Bukan memendam dan menceritakan kemana-mana, seolah kejadian itu penting dan penuh manfaat.
Hal seperti itu juga kadang kala terjadi antara relasi suami dan istri. Padahal Islam hanya memerintahkan kita memberi maaf. Artinya lupakan, maafkan dan bangunlah kebaikan untuk masa depan.
Mengingat Hal Tidak Penting
Penghambat berikutnya adalah begitu senang mengingat hal tidak penting.
Sebagai contoh, seorang karyawan pernah mendapat evaluasi dan kritik dari rekan atau atasannya. Ternyata ia tidak terima. Maka sepanjang hidup ia terus mengingat hal itu.
Akibatnya setiap mendengar nama orang yang pernah ia benci, ia kehilangan objektivitas. Pandangannya selalu sinis dan merendahkan.
Padahal, ketika kita merendahkan orang lain tidak otomatis kita akan mulia. Apalagi orang yang kita rendahkan itu benar-benar hina martabatnya. Tidak demikian! Justru malah mungkin sebaliknya.
Oleh karena itu Islam melarang tindakan mengolok-olok satu sama lain. Karena selain tidak penting jelas dapat menjadi pemicu permusuhan dan perpecahan.
Memaksakan Pandangan Diri Kepada Orang Lain
Penghambat orang berpikir besar selanjutnya adalah sikap memaksakan pandangan subjektif diri kepada orang lain. Tidak melihat orang lain berharga kalau tidak sesuai pandangan dirinya yang subjektif.
Ini banyak terjadi pada orang-orang yang minim pengalaman hidup namun memiliki kewenangan luas. Akibatnya orang seperti ini seringkali menjadi pemicu gejolak tidak sehat dalam relasi, manajemen atau pun lainnya.
Solusi
Mengatasi itu semua tentu kita harus memahami substansi akan arah kemajuan, kemaslahatan dan kebermanfaatan secara luas.
Harus mampu memilah mana hal penting dan strategis dengan hal yang cukup direspon sekedarnya.
Lebih jauh mampu melihat segala hal dengan kadiah ilmu dan pemikiran yang ilmiah.
Mengedepankan sikap mau mendengar dan menghargai orang lain. Bahkan dalam tahap tertentu, harus mampu memahami dengan menyeluruh.
Baca Lagi: Jadilah Pemenang Sejati
Terakhir jauhkan perasaan dan sikap diri merasa lebih baik dari orang lain. Apalagi kalau sebatas karena atribut sosial, seperti pangkat, harta dan pengaruh.
Sebab nilai dasar manusia dalam pandangan Allah hanya satu, yakni takwa. Semoga Allah jauhkan kita dari hidup sebagai manusia yang berpikiran picik dan kerdil.*