Judul “3 Pelajaran Penting dari Ustadz Abdullah Said” hadir saat Adzan Shubuh kurang 1 jam berkumandang untuk area Palembang dan sekitarnya.
Secara perlahan namun pasti, tapak kaki ini menginjak bumi yang mana spirit dan teladan iman pernah Ustadz Abdullah Said ajarkan kepada murid dan kader-kadernya.
Baca Juga: 3 Hal Menonjol dari Ustadz Abdullah Said
Semakin menggumpal jiwa ini mengingat sosok yang lahir bersamaan hari kemerdekaan Indonesia itu, karena perjalanan ini adalah ekspedisi menyapa kaum muda di empat provinsi, Sumatera.
Pelajaran Pertama
Pelajaran pertama dari sosok Ustadz Abdullah Said adalah “kegilaan” dalam membaca. Beliau bahkan rela mencari kesempatan khutbah Jumat untuk memilki uang yang dengan itu ia bisa membeli buku incarannya.
Ketika saya menyimak uraian Prof. Daniel Rasyid belum lama ini di Jakarta, tidak ada orang yang produktif dalam hidup ini kecuali ia membaca. Apalagi kalau sampai menulis. Maka ia produktif lahir dan batin.
Jadi, Ustadz Abdullah Said orang yan sangat produktif. Dan, dalam “Budaya Ilmu” Prof Wan Daud menegaskan bahwa kemajuan Jepang tidak lepas dari tradisi membaca penduduknya kala itu.
Bahkan ide Indonesia merdeka lahir dari kelompok anak muda yang gemar membaca. Itulah Bung Karno, Bung Hatta dan seluruh tokoh pergerakan dan perjuangan dari kalangan umat Islam.
Kalau kita ingat ke Gua Hira, maka kita akan ingat bahwa perintah yang Nabi Muhammad SAW terima adalah membaca, “Iqra’ Bismirabbik.”
Pelajaran Kedua
Membaca itu penting, tetapi beribadah kepada Allah jauh lebih penting. Inilah letak beda umat Islam dan umat lainnya.
Dari para guru, senior dan sesepuh pergerakan dakwah Hidayatullah, saya mendengarkan cerita bahwa Ustadz Abdullah Said selalu terdepan dalam Ibadah Sholat Berjama’ah. Kemudian sholat Tahajjud. Dan, beragam ibadah lainnya.
Tentu ini juga bagian tak terpisahkan dalam upaya beliau mendidik kaum muda pada masanya untuk memahami iman bukan sebagai teori, tetapi juga dalam pilihan perbuatan, terutama ibadah kepada Allah Ta’ala.
Pelajaran Ketiga
Ustadz Abdullah Said dengan kekuatan membaca dan ibadah mampu menjadi seorang visioner. Beliau telah lama mengatakan bahwa kelak Pesantren Hidayatullah akan menyebar ke seluruh Indonesia. Sekarang bukti telah mengkonfirmasi hal itu.
Menjadi visioner yang berangkat dari landasan iman, ilmu dan amal, akan mmeberikan getaran iman itu sendiri.
Kalau saya tanya para kader yang berangkat tugas dakwah ke satu tempat dengan modal 0,0, mereka mengatakan hal yang sangat sederhana.
Baca Lagi: Inilah Kriteria Pemuda Pembuat Sejarah
“Kami mendapat tugas dakwah, harus yakin Allah Maha Penolong. Allah di Balikpapan sama dengan Allah yang di Jayapura, Palembang, Jawa dan semuanya. Jadi, itulah bekal terbaik kami.”
Pada akhirnya saya sampai pada satu kesimpulan, bahwa menjadi visioner bukan sebatas intelektualitas, tetapi juga spiritualitas. Dan, lihat bagaimana orang yang punya visi, cita-cita, kemudian mereka bergerak dengan hanya mengandalkan Allah Ta’ala, dakwah ini bisa teguh dan akan terus meluas dengan izin-Nya, insha Allah.*