Home Artikel 3 Langkah Memiliki Kepribadian Cerdas
Cerdas

3 Langkah Memiliki Kepribadian Cerdas

by Imam Nawawi

Sekarang apa-apa basisnya AI (kecerdasan buatan). Tapi apa iya kita akan melepaskan kecerdasan diri, utamanya kecerdasan kepribadian?

Tidak semua unsur dalam hidup ini bisa kita tuntaskan dengan AI. Meski memang banyak riset memprediksi akan banyak manusia kehilangan pekerjaan dengan matangnya AI.

Ketika AI hadir, kita seharusnya semakin siap. Minimal menjadi sosok yang memiliki kecerdasan dalam kepribadian.

Secara umum, kepribadian setiap orang tergantung dari bagaimana ia memahami, menilai dan bereaksi terhadap lingkungan dan perkembangan.

Lalu apa langkah-langkah yang perlu kita lakukan? Berikut kita akan bahas dalam 3 langkah utama.

Cerdas dengan Iqra’ Bismirabbik

Ketika kini mesin sudah mulai “berpikir dengan cerdas” maka manusia tak boleh tertinggal.

Tapi itu tidak berarti kita harus sama caranya mengolah data laksana AI. Kita punya cara tersendiri.

Dalam bimbingan wahyu, kita butuh skill Iqra’ Bismirabbik. Membaca yang tak sebatas menarik pengetahuan, tapi mendorong diri sadar akan kemaslahatan dari pengetahuan itu sendiri.

Mengapa teknologi belakangan memicu dan memacu kerusakan pada lingkungan dan relasi sesama manusia? Karena mereka mendapat pengetahuan bukan dengan Bismirabbik. Akan tetapi demi melipatgandakan kekayaan.

Seseorang berkata kepadaku, ilmu pengetahuan seharusnya merawat rasa ingin tahu dan kebijaksanaan manusia. Bukan malah menukar hasil temuan ilmu dengan kekayaan. Ketika itu terjadi, sebenarnya orang telah berkhianat pada ilmu pengetahuan itu sendiri.

Cerdas dengan Perilaku Nubuwwah

Secara teori psikologi kepribadian mencoba memahami dan menjelaskan mengapa individu berbeda dalam perilaku. Kemudian menggali bagaimana kepribadian memengaruhi kehidupan sehari-hari.

Dalam bahasa Gus Baha, kita harus tahu atau paham tentang yang namanya logika Nubuwwah.

Misalnya untuk memahami mengapa Nabi Muhammad SAW punya akhlak yang mulia, itu bukan karena semata-mata ilmu. Tapi karena Nabi memang menerapkan wahyu.

Sebagai contoh, Nabi Muhammad SAW itu pemimpin terhebat. Tidak ada satu pun sahabat atau kaum Muslimin yang tak mematuhinya. Sekiranya ayah dari Fatimah Az-Zahrah itu bukan Nabi, maka yang akan beliau SAW perintahkan adalah menjadikan dirinya orang paling kaya.

Tapi perhatikan, apa yang jadi orientasi Nabi SAW dalam hidupnya, yakni shalat.

Dalam kata yang lain, cerdas dalam perilaku akan kita miliki, ketika kita memandang hidup ini sebagai sarana beribadah dan mengumpulkan bekal terbaik menuju akhirat.

Cerdaskan Menempatkan Skala Prioritas

Ketika Nabi SAW menekankan pentingnya shalat. Sebenarnya itu bukan semata perilaku yang harus kita tiru. Tapi pemaknaan shalat yang harus kita tangkap.

Pesan utamanya adalah tidak ada perkara paling utama melebihi shalat. Oleh karena itu Nabi SAW mendorong agar kita shalat tepat waktu.

Apa makna tersirat dari dorongan itu? Ialah kedisiplinan. Umat Islam harus disiplin dengan menjadikan shalat sebagai patokan utama dalam mengelola 24 jam kegiatan kita.

Boleh berolahraga, tapi jangan nabrak waktu shalat. Silakan bekerja, tapi jangan lalaikan shalat. Boleh melakukan hal yang kita sukai (yang tidak dosa) tapi ketika waktu shalat tiba, bergegaslah menuju kepada-Nya.

Kalau tiga kecerdasan itu berhasil kita miliki, saya yakin bahagia akan mendatangi. Bahkan lebih jauh ridha Allah dan kasih sayang-Nya akan menghampiri kehidupan kita. Apakah ada hal yang lebih indah dari pada kasih sayang Allah kepada kita?*

Mas Imam Nawawi

Related Posts

Leave a Comment