Mas Imam Nawawi

- Kajian Utama

3 Kunci Penting yang Harus Jadi Milik Kita, Apa Saja Itu?

Dalam perjalanan hidup, ada tiga kunci penting yang jika kita genggam erat, insyaallah akan membawa keberkahan dan ketenangan. Tiga kunci itu adalah Iqra, Istighfar, dan Ikhlas. Mari kita telusuri satu per satu mengapa ketiganya begitu krusial. Iqra: Membaca sebagai Kunci Kebangkitan Iqra, yang berarti “bacalah”, adalah perintah pertama yang turun kepada Nabi Muhammad SAW. Perintah […]

3 kunci

Dalam perjalanan hidup, ada tiga kunci penting yang jika kita genggam erat, insyaallah akan membawa keberkahan dan ketenangan. Tiga kunci itu adalah Iqra, Istighfar, dan Ikhlas. Mari kita telusuri satu per satu mengapa ketiganya begitu krusial.

Iqra: Membaca sebagai Kunci Kebangkitan

    Iqra, yang berarti “bacalah”, adalah perintah pertama yang turun kepada Nabi Muhammad SAW. Perintah ini bukan sekadar anjuran membaca teks, melainkan seruan untuk membaca alam semesta, diri sendiri, dan fenomena kehidupan.

    Manfaat langsungnya tak terhingga: kita jadi lebih berpengetahuan, lebih bijaksana, dan lebih memahami tanda-tanda kebesaran Tuhan.

    Saya teringat ungkapan Sabrang dalam Maiyah dengan tema “Angon.” Kita harus bisa bedakan antara “signal” dengan “language.”

    Signal, kata putra Cak Nun itu, artinya kita langsung paham. Tidak ada proses untuk bisa mengerti. Sedangkan language, itu bahasa, butuh proses, karena ada nalar yang bekerja lebih awa.

    Jadi, kalau kata signal itu kita tarik ke dalam makna “ayat” dalam Alquran, pantas memang ayat itu bisa menembus hati orang yang Allah kehendaki. Ia bersifat langsung bersemayam dalam hati dan mengubah cara pandang seseorang terhadap kehidupan.

    Oleh karena itu, Alquran mendorong kita untuk banyak memperhatikan ayat-ayat-Nya. Supaya kita paham, langsung, jelas, terang dan berdaya guna bagi diri dan kehidupan.

    Dari perspektif sejarah Nabi SAW, Iqra menjadi fondasi kebangkitan peradaban Islam.

    Seperti kita perhatikan, di tengah masyarakat Jahiliyah yang minim literasi, perintah ini menanamkan pentingnya ilmu pengetahuan.

    Nabi SAW dan para sahabatnya lantas menjadi pionir dalam berbagai disiplin ilmu, dari astronomi hingga kedokteran, karena mereka memahami bahwa membaca adalah gerbang menuju pencerahan. Iqra mengajarkan kita bahwa ilmu adalah cahaya, dan dengan cahaya itu, kita bisa menyingkap kegelapan kebodohan dan ketertinggalan.

    Istighfar: Penghapus Dosa dan Pembuka Pintu Rezeki

      Istighfar adalah memohon ampun kepada Allah SWT atas segala dosa dan khilaf. Ini adalah pengakuan akan kelemahan dan keterbatasan kita sebagai manusia. Pahala istighfar sangat besar, sebagaimana banyak disebut dalam Al-Qur’an dan Hadits.

      Dalam Al-Qur’an Surat Nuh ayat 10-12, Allah berfirman: “Maka aku katakan kepada mereka: Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan memperbanyak harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai.”

      Ayat ini secara jelas mengaitkan istighfar dengan datangnya rezeki dan keberkahan.

      Sedangkan dalam sebuah Hadits Riwayat Abu Dawud. Nabi SAW bersabda: “Barangsiapa memperbanyak istighfar, niscaya Allah menjadikan baginya dari setiap kesusahan jalan keluar, dan dari setiap kesempitan kelapangan, serta memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka.”

      Jadi, jelas bahwa istighfar bukan hanya pembersih dosa, tetapi juga pembuka pintu kemudahan dan rezeki dari segala arah.

      Seperti manusia membutuhkan makan dan minum. Orang beriman sangat berkebutuhan terhadap istighfar.

      Ikhlas: Kunci Penerimaan Amal

        Apa ikhlas itu? Kita bisa pahami bahwa ikhlas bermakna memurnikan niat semata-mata karena Allah SWT dalam setiap amal perbuatan. Ikhlas juga bermakna tidak mengharap pujian atau balasan dari manusia.

        Filosofinya adalah bahwa setiap tindakan kita harus berorientasi pada ridha Ilahi, bukan pada pengakuan duniawi.

        Contoh paling gamblang dalam sejarah adalah kisah para sahabat Nabi SAW yang berjuang di medan perang.

        Mereka tidak bertempur demi kekuasaan atau harta, melainkan semata-mata demi menegakkan agama Allah.

        Dari hal itu mari kita ambil contoh Khalifah Umar bin Khattab. Meskipun seorang pemimpin yang sangat berkuasa, ia hidup sangat sederhana dan tidak menunjukkan kemewahan.

        Setiap keputusannya didasari oleh niat ikhlas untuk kemaslahatan umat, bukan untuk popularitas pribadi. Keikhlasan menjadikan amal kita berkualitas di mata Allah, sekecil apa pun itu.

        Dengan memahami dan mengamalkan Iqra, Istighfar, dan Ikhlas, kita tidak hanya memperkaya diri secara spiritual. Walakin juga membangun fondasi yang kokoh untuk kehidupan yang lebih bermakna dan berkah penuh maslahah.*

        Mas Imam Nawawi

        Leave a comment

        Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *