Home Opini 3 Kriteria Sah Penerima Beasiswa dari Zakat
3 Kriteria Sah Penerima Beasiswa dari Zakat

3 Kriteria Sah Penerima Beasiswa dari Zakat

by Imam Nawawi

Salah satu problem mendasar yang masih menganga yang bangsa ini hadapi ada di bidang pendidikan, utamanya pendidikan tinggi. Pada 8 Maret 2024 kompas.id melaporkan bahwa bantuan biaya kuliah dari pemerintah masih menjadi sandaran utama bagi para mahasiswa dari keluarga miskin untuk menyelesaikan studi. Lalu bagaimana dengan zakat, siapa saja yang berhak secara sah menerima beasiswa dari dana yang bersumber dari rukun Islam itu?

Menarik paparan dari Prof. Dr. Amin Suma dalam buku “Integrasi Fikih dan Undang-Undang Zakat.”

Pertama, pria berkacamata dan murah senyum itu menegaskan bahwa beasiswa dari dana zakat bisa mengambil bagian dari ruang lingkup fi sabilillah.

Kedua, langkah itu relevan dengan kehendak MUI dalam memperluas ruang lingkup makna fi sabilillah dalam bentuk beasiswa. “Hukumnya adalah SAH,” tulis Prof Amin Suma, mengutip Fatwa MUI dalam buku itu (halaman 328).

Penting kita ingat kembali dari 8 kelompok yang berhak sebagai penerima zakat (ashnaf), fi sabilillah adalah salah satunya.

Tetapi siapa mereka, itulah usulan yang muncul, perluas maknanya. Jangan memahami fi sabilillah sebagai orang yang berperang di jalan Allah dengan membawa senjata belaka.

Baca Juga: Zakat & Wakaf Jadikan Umat Berkontribusi Besar kepada Bangsa

Apalagi era modern seperti sekarang, perang, tidak identik dengan senjata. Tetapi juga dengan keunggulan sumber daya manusia.

Fatwa MUI

Lebih lanjut buku itu mencantumkan Fatwa MUI (29 Ramadhan 1416 H/ 19/2/1996) yang mengharuskan 3 syarat bagi penerima beasiswa dari dana zakat.

Pertama, berprestasi akademik.

Kedua, berasal dari keluarga yang kurang mampu.

Ketiga, mempelajari ilmu pengetahuan yang bermanfaat bagi bangsa Indonesia.

Hal itu memberi petunjuk terang bahwa Lembaga Amil Zakat dan Baznas harus mencari mahasiswa-mahasiswa yang berada dalam tiga kondisi itu.

Para mahasiswa yang memenuhi tiga kriteria itu seharusnya tidak perlu sibuk memelas kepada banyak pihak, apalagi sampai putus kuliah, hanya karena soal dana.

Rendah

Sekarang, sebagaimana kita pahami, pembiayaan pendidikan tinggi sangat mahal. Dan, secara fakta Angka Partisipasi Kasar Pendidikan Tinggi (APK PT) pada 2024 hanya 39,37%. Angka itu berada di bawah rata-rata global yang mencapai 40% (UNESCO, 2020).

Angka itu sangat rendah bahkan kalau kita mu bandingkan dengan Malaysia (43%), Thailand (49,29%) dan Singapura (91,09%).

Baca Lagi: Indahnya Sinergi Zakat

Setiap tahun (menurut laporan kompas.id) lulusan SMA/SMK mencapai 3,7 juta siswa. Tetapi hanya 58% yang bisa lanjut kuliah.

Agresivitas

Menyaksikan data yang seperti itu dan besarnya peran zakat dalam ikut serta mencerdaskan bangsa, setiap lembaga amil zakat idealnya berburu anak-anak Indonesia yang kuliah dan terkendala biaya untuk bisa dibantu.

Harus kita akui mengcover biaya kuliah 1 orang yang sedang S1 saja tidak sedikit. Akan tetapi langkah-langkah konkret bagaimanapun harus kita lakukan. Terutama kalau kita ingin Indonesia Emas 2045 benar-benar bersinar dan menyala.

Sinergitas seluruh stakeholder zakat dalam hal ini sangat dinantikan, agar pertemuan dan kebijakan bisa menyelesaikan, setidaknya satu masalah mendasar ini. Pemerintah juga penting membuat rumusan nyata untuk menjawab problem mendasar ini.

Bagi lembaga amil zakat, kekuatan untuk mendukung anak bangsa yang berprestasi, kurang mampu dan menimba ilmu yang Indonesia butuhkan dapat semakin terbuka dengan perluasan makna fi sabilillah.

Terlepas khilafiyah yang mungkin tak terhindarkan, kita patut sama-sama bertanya, apakah zakat bisa ikut mengatasi masalah sangat mendasar umat, bangsa dan negara ini?*

Mas Imam Nawawi

Related Posts

Leave a Comment