Home Opini 3 Jalan Belajar Tiada Henti
3 Jalan Belajar Tiada henti

3 Jalan Belajar Tiada Henti

by Imam Nawawi

Ciri kita masih relevan disebut sebagai manusia adalah tidak berhenti belajar. Kali ini kita akan coba bahas 3 jalan belajar. Pertanyaannya belajar apa kalau sudah tidak sekolah atau kuliah? Sebagian kawan mengatakan, sedetik pasca wisuda, orang yang lulus sarjana akan merasa tak lagi perlu membaca buku. Mengapa itu terjadi?

Mungkin karena belajar hanya dipahami sebagai tugas ketika sekolah dan kuliah. Padahal belajar itu melekat selama hayat dikandung badan.

Mari kita perhatikan, apakah kita tidak butuh belajar untuk meningkatkan karier, memperdalam iman, atau memberikan kontribusi pada masyarakat?

Saat orang merasa cukup (tepatnya berhenti) membaca buku, ia sudah berhenti belajar. Orang yang berhenti belajar pasti akan merugi. Ibarat besi, kena hujan dan panas setiap hari, kemungkinan kena karat sangat kuat.

Membaca buku sama dengan merawat besi itu tetap terjaga, kuat dan enak dilihat. Artinya, semakin orang malas membaca buku, semakin ia berkarat dalam berpikir, berpendapat dan bertindak. Kata orang sekarang, pikirannya sudah tidak relevan.

Perhatikan Gus Baha kalau mengisi kajian, selalu berbasis kitab. Bahkan selalu beliau mengutip ungkapan-ungkapan ulama terdahulu dari sebuah kitab. Gus Baha menjadi hebat seperti itu karena tidak jauh dari kitab. Lebih dari sebatas membaca, Gus Baha punya metode bagaimana membaca dengan logika Nubuwwah. Itu yang menjadikan Gus Baha sangat istimewa bagi umat dan bangsa ini.

Jalan Pertama

Jalan pertama agar diri semangat belajar tiada henti adalah memahami bahwa Allah menghendaki kita menjadi insan ulul albab.

Ulul Albab memang tidak mudah, tapi setidaknya kita ada di jalur tersebut. Orang terdahulu kalau ia cakap dalam Islam ia juga ahli dalam sains. Al-Khawarizmi adalah salah satu contoh. Bagaimana satu sisi ia paham Alquran, sisi lain ia juga seorang matematikawan.

Tugas kita hari ini ada pada level itu. Bagaimana anak-anak yang mulai banyak menghafal Alquran, mampu berpikir saintis. Ia bisa menjadi imam shalat Jama’ah, pada saat yang sama juga bisa menjadi arsitek.

Prinsipnya ulul albab itu insan yang tekun dan mendalam saat berdzikir. Kemudian cerdas dan produktif ketika berpikir.

Baca Juga: Untuk Apa Terus Belajar?

Apakah kita bisa? Tidak perlu bertanya begitu. Kita harus bertanya, apakah saya bisa berjalan ke arah insan ulul albab? Nah, itu akan menggugah niat kita.

Jalan Kedua

Interaksi dengan sesama dalam hal ilmu. Betapa banyak orang ngobrol, meeting, bertemu tokoh menghadiri majelis ilmu namun pulang dengan otak yang tak bertambah muatan ilmu?

Boleh jadi kita tidak fokus dan konsentrasi. Namun ada hal yang lebih penting kita perhatikan. Yakni sikap ingin tahu dan rendah hati.

Saat kita bertemu dengan orang untuk interaksi, sikap kita yang utama adalah akui keilmuan mereka dengan tulus. Kemudian hindari sikap sok tahu; datanglah dengan niat belajar dan terbuka menerima masukan.

Penting jadi catatan tebal, ilmu tidak melekat pada yang umurnya tua atau sudah lama hidup. Ilmu kadang memancar dari anak muda yang memang mau jadi ulul albab. Meski demikian kaum muda jangan terjebak rasa bangga secara berlebihan. Baru sedikit ilmu sudah merasa paling tahu.

Jalan Ketiga

Jalan ketiga adalah mencari. Milikilah semangat untuk duduk bersama dengan komunitas yang membuat otak kita terawat.

Jauhi forum yang kalau kita duduk dan berbicara, satu sama lain hanya mampu mengurai masalah dengan bagus. Tapi tidak mampu menemukan solusi dan langkah konkret menghadapi masalah.

Kalau ternyata merasa sulit dalam menemukan komunitas itu, perbanyaklah membaca. Kalau tak sempat buku, minimal artikel yang bebas dan gratis bisa kita peroleh dari internet. Dalam kata yang lain, tak ada alasan yang bisa Tuhan terima, kalau kita berhenti belajar.*

Mas Imam Nawawi

Related Posts

Leave a Comment