“Tidak ada sesuatu yang paling berat untuk diperbaiki kecuali hati dan niat.” Itulah ungkapan Uwais Al-Qarni yang saya baca dari buku “A’malul Qulub” karya Khalid Utsman Al-Sabt.
Hati perkara yang terdalam dari diri manusia. Seseorang bisa menampakkan senyum. Tapi boleh jadi ia sedang dalam duka mendalam.
Bahkan orang bisa saja tekun shalat, tapi kedengkiannya seperti batu karang. Ia sendiri kesulitan untuk menghancurkannya.
Tapi begitulah secuil dari gambaran hati manusia. Jika tujuannya bukan Allah, sangat mungkin hati akan menjadi lelah. Tingkah laku menjadi tak terarah. Bahkan perjalanan hidup pun kian jauh dari berkah.
Begitu pun halnya dengan niat. Ketika orang sudah bulat niatnya, maka ia akan melakukannya. Apapun bentuk niat itu. Kalau ia niatnya buruk, seketika logikanya akan dipaksa bekerja untuk merekayasa keburukan.
Dalam hal inilah orang tua terdahulu meminta kita untuk selalu bersama orang-orang shaleh. Bukan mereka orang yang bebas dosa. Tapi mereka adalah kelompok orang yang mau memperbaiki hati dan niatnya.
Minimal mereka tidak mengucapkan janji kecuali akan bersungguh-sungguh merealisasikannya.
Kalau ada orang mudah berjanji, lalu mengabaikannya, apa yang kita harapkan dari orang yang tak lagi peduli dengan hati nuraninya sendiri.
Perbaiki dengan Merawat Anak Yatim
Mengapa niat dan hati menjadi sulit kita kendalikan? Karena kita tidak bisa seutuhnya bebas dari hawa nafsu.
Orang bisa pergi jihad, ruku dan sujud sepanjang malam, tapi apakah hatinya akan terus terawat dari sisi niat?
Oleh karena itu kita perlu membasuh hati kita agar tak terus terkontaminasi hawa nafsu. Salah satunya dengan menyayangi anak yatim.
Ketika kita peduli kepada anak yatim, kita akan tahu, betapa dalam ketidakberdayaan mereka tak pernah putus harapan.
Lalu, mengapa manusia yang telah dewasa, mampu berpikir, semakin hari semakin takut urusan-urusan dunia. Padahal yang seharusnya kita perhatikan adalah hati dan niat kita dalam menjalani kehidupan dunia ini.
Seperti anak yatim, kita harus seutuhnya berharap kepada Allah.
Muncul dan Muncul
Keburukan hati dan niat akan terus muncul. Betapapun seseorang tak pernah lupa untuk mematikannya.
Yusuf Ibn Al-Hasan bertutur. “Betapa besar perjuanganku untuk menanggalkan sifat riya’ dari hatiku. Namun, begitu berhasil aku tanggalkan, riya’ tumbuh lagi dalam rupa yang berbeda.”
Puncaknya, kita memang tidak akan mampu memperbaiki hati dan niat dengan upaya kita sendiri. Pada kesadaran level ini, kita butuh berlindung kepada Allah.
Pantaslah, bahkan dalam upaya membaca Alquran, kita diperintah membaca ta’awudz. Berlindung kepada Allah agar jauh dari serangan dan pengaruh setan terkutuk. Karena setan akan merusak niat dan hati kita. Tetapi Allah akan membantu kita. Maka, bersungguh-sungguhlah meminta perlindungan kepada-Nya.*